Minggu, 27 Oktober 2013

IMPROVISASI DALAM DRAMA

Dalam kegiatan mengekspresikan sebuah naskah drama ke dalam sebuah pertunjukan, ada hal-hal yang harus kita pelajari terlebih dahulu. Sebelum pentas, kita juga perlu latihan terlebih dahulu. Kegiatan latihan dalam pementasan drama merupakan wadah untuk mematangkan berbagai aspek pendukung pementasan. Jika kita diberi tugas sebagai seorang aktor dalam drama, manfaatkanlah waktu latihan untuk menghayati watak tokoh yang akan diperankan. Dengan demikian, kita akan dapat memerankan tokoh tersebut dengan baik.


Sebelumnya, untuk melatih penghayatan diperlukan latihan olah sukma. Untuk melatih gerak-gerik dan mimik, kita perlu melakukan latihan olah tubuh, sedangkan untuk melatih intonasi kita memerlukan latihan olah vokal.
Latihan-latihan tersebut sangat penting dilakukan agar saat pementasan berlangsung, tubuh aktor akan siap secara keseluruhan.
Dengan demikian, penonton tidak akan merasa jenuh.

Sebelum memerankan tokoh dalam sebuah drama, kita harus menghayati terlebih dahulu peran tersebut. Dengan demikian, kita akan bermain dengan sangat baik. Setelah kita memahami dan menghayati peran dalam drama, kita perlu melatih gerak-gerik (gestur), mimik (ekspresi wajah), dan intonasi dalam pelafalan dialog. Hal ini bertujuan agar penonton dapat menangkap pesan atau maksud yang hendak disampaikan oleh pemain.

1. Gerak-Gerik (Gestur)
Seorang pemain drama perlu mengontrol tubuhnya sendiri agar sesuai dengan peran yang akan diperankannya. Misalnya, saat kita berperan sebagai seorang guru yang berwibawa tentunya berbeda gestur saat kita berperan sebagai seorang kakek renta. Contoh lainnya adalah saat kita berperan sebagai seorang siswa yang baik dan pintar, tentunya berbeda dengan gestur siswa badung yang pemalas.
Untuk dapat menguasai gestur tokoh-tokoh tertentu dengan baik, kita perlu melakukan latihan olah tubuh. Di samping itu, kita pun perlu melakukan observasi atau pengamatan terhadap figur tokoh yang akan kita perankan. Misalnya, saat kita ditugasi
berperan sebagai seorang guru, kita dapat melakukan pengamatan terhadap guru kita.

2. Mimik atau Ekspresi
Latihan mengolah mimik pun merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Penonton dapat mengetahui suasana hati tokoh yang diperankan melalui mimik yang diperlihatkan oleh pemain. Contohnya, saat pemain berperan sebagai seseorang yang sedang bersedih, tidak
mungkin dia menunjukkan mimik atau ekspresi bahagia.

Agar mimik Anda dapat terlatih dengan baik, kita dapat melakukan kegiatan senam wajah setiap hari. Caranya, yaitu menggerak-gerakkan seluruh otot wajah kita hingga terasa pegal. Hal ini dapat membantu kita melenturkan otot-otot wajah kita sehingga mudah dibentuk untuk menampilkan ekspresi-ekspresi tertentu.

3. Intonasi
Intonasi dalam pelafalan dialog drama sangat diperlukan. Intonasi yang baik akan membuat penonton tidak jenuh dan permainan lebih hidup. Pengolahan intonasi dapat dilakukan dengan cara:
a. menaik-turunkan volume suara;
b. merendah-tinggikan frekuensi nada bicara;
c. mengatur tempo pengucapan;
d. mengatur dan menolah warna serta tekstur suara.

Saat mengekspresikan dialog drama, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, yakni:
1. Memahami dialog drama dengan saksama.
2. Berkonsentrasi pada karakter atau watak yang telah kita dapatkan.
3. Mengontrol emosi.
4. Konsisten pada karakter yang telah kita pelajari.

Dalam ilmu seni peran, kegiatan-kegiatan tersebut terangkum dalam latihan olah sukma. Latihan olah sukma ialah salah satu bentuk latihan dasar yang bertujuan untuk memasukkan karakter tokoh tertentu ke dalam diri pemain. Dengan demikian, saat sedang memerankan suatu tokoh, pemain atau aktor tersebut benar-benar telah melepaskan karakter asli dalam dirinya selama pementasan berlangsung.

Adapun tahapan-tahapan latihan olah sukma adalah:
1. Konsentrasi, yakni pemusatan pikiran dalam mempelajari sebuah karakter.
Seorang aktor harus dapat berkonsentrasi penuh seakan mengubah keseluruhan dirinya menjadi peran tersebut.
2. Imajinasi, yakni kemampuan mengembangkan daya khayal.
Hal ini sangat diperlukan dalam pendalaman sebuah peran untuk menghidupkan sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Misalnya, membayangkan panggung sebagai sebuah taman yang dikelilingi pepohonan rindang. Latihan pengembangan imajinasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Membayangkan benda yang tidak ada dan tidak dapat disentuh menjadi seolah-olah ada dan dapat disentuh.
b. Membayangkan sosok orang yang tidak ada menjadi seolah-olah ada dan dapat berinteraksi.
c. Membayangkan kejadian yang belum pernah ada dan dialami. Misalnya, membayangkan rasa sedih saat kehilangan seseorang yang kita sayangi.
3. Ingatan emosi, yakni meningkatkan kepekaan terhadap emosiemosi alamiah yang mungkin terjadi.
Caranya adalah dengan mengingat emosi-emosi dasar seperti tertawa, menangis, dan marah. Kemudian, mengombinasikan emosi, yakni tertawa, tiba-tiba marah, lalu menangis.
4. Relaksasi, yakni meringankan ketegangan pada tubuh akibat lelah saat latihan.
5. Observasi, yakni meninjau secara langsung karakter tokoh yang akan diperankan. Misalnya, mengamati kehidupan orang gila saat aktor akan bermain drama sebagai orang gila.

pengertian drama

Drama adalah karya seni berupa dialog yang dipentaskan. Drama kerap dimasukkan dalam ranah kesusasteraan karena menggunakan bahasa sebagai media penyampai pesan.

Menurut jenisnya, pementasan drama dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu drama tragedi, drama komedi, melodrama, dan dagelan.

1.Drama tragedi adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero artinya pahlawa yang mengalami nasib tragis.
2.Drama komedi adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir , dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Tokoh-tokoh dalam drama jenis ini biasanya tolol, konyol, atau bijaksana tetapi lucu.
3.Melodrama adalah cerita yang sentimental. Artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan dan mengharukan. Tokoh dalam jenis drama ini biasanya digambarkan hitam-putih. Tokoh jahat digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya hingga tidak memiliki kesalahan dan kekurangan sedikit pun.
4.Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan. Alurnya disusun berdasarkan perkembangan situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan fulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan atau komedi picisan.
Berdasarkan teknik pementasannya, drama dibedakan atas drama bentuk drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional adalah seni drama yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat, bersifat spontan dan improvisatoris.
Sedangkan drama modern adalah drama yang bertolak dari hasil sastra yang disusun untuk suatu pementasan. Jadi, perbedaan utama antara drama tradisional dengan drama modern terletak pada tidak ada atau adanya naskah.
Drama tradisional dapat dikelompokkan menjadi:
1.drama tutur (lisan dan belum diperankan): kentrung, dalang jemblung,
2.drama rakyat (lisan, spontan, dan cerita daerah): randai, kethoprak,
3.drama wayang/klasik (segala macam wayang): wayang kulit, wayang beber, wayang golek, wayang orang, langendriyan,
4.drama bangsawan (dipengaruhi konsep teater Barat dan ditunjang pengaruh kebudayaan melayu dan Timur Tengah): komedi bangsawan, komedi stambul.
Drama modern dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.drama konvensional (sandiwara) adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional.
drama kontemporer (teater mutakhir) adalah drama yang mendobrak konvensi lama dan penuh dengan pembaharuan, ide-ide baru, gagasan baru, penyajian baru, penggabungan konsep Barat-Timur.
Adapun unsur-unsur drama adalah:
1.Tema
2.Setting atau Latar
3.Alur atau Plot
4.Penokohan atau Perwatakan
5.Amanat
6.Bloking dan Akting
7.Tata Pentas.
Dalam Kurikulum 2006, analisis drama banyak diarahkan pada analisis tentang penokohan.
Tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita, ada tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.
a. Tokoh protagonis adalah tokoh utama cerita yang pertama-tama menghadapi masalah. Tokoh ini biasanya didudukkan penulis sebagai tokoh yang memperoleh simpati pembaca/penonton karena memiliki sifat yang baik.
b. Tokoh antagonis adalah tokoh penentang tokoh protagonis.
c. Tokoh tritagonis disebut juga tokoh pembantu, baik membantu tokoh protagonis maupun antagonis.
2. Berdasarkan peran dalam lakon serta fungsinya, ada tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu.
a. Tokoh sentral adalah tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
b. Tokoh utama adalah pendukung atau penentang tokoh sentral. Mereka dapat berperan sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini, yang berperan sebagai tokoh utama ialah tokoh tritagonis.
c. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini hanya menurut kebutuhan cerita. Tidak semua lakon drama menghadirkan tokoh pembantu.
Mengenal dan memahami tokoh mutlak dilakukan oleh calon pemeran, sebab akan memungkinkannya mengenal benar hubungan tokoh yang akan diperankannya dengan tokoh-tokoh lainnya. Dengan demikian, akan memperjelas sifat dan perilaku tokoh yang harus diperankannya.
Membaca naskah dan memahami tokoh harus diikuti dengan latihan pementasan. Latihan-latihan ini meliputi:
1.latihan sikap, gerak atau perbuatan agar tidak canggung, tidak kaku , dan tidak overacting,
2.latihan blocking (perpindahan dari satu tempat ke tempat lain),
3.latihan dialog (pembicaraan dengan tokoh lain) secara tepat,
4.latihan gesture (gerakan tangan dan kaki) secara wajar,
5.latihan vokal dengan artikulasi yang tepat,
6.latihan menggambarkan watak secara wajar,
7.latihan mimik (ekspresi wajah) sehingga agar meyakinkan penonton,
8.latihan pantomimik (gerakan-gerakan tubuh), dan
latihan memanfaatkan segala properti dan situasi pentas dengan baik.
Yang perlu dipahami, dialog pemain tidak harus sama persis dengan yang tertulis dalam teks. Pemain boleh saja menambahi atau mengurangi agar tercapai tingkat penjiwaan yang lebih tinggi.

•    Tekan Enter untuk mengirimkarya seni berupa dialog yang dipentaskan. Drama kerap dimasukkan dalam ranah kesusasteraan karena menggunakan bahasa sebagai media penyampai pesan.
Menurut jenisnya, pementasan drama dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu drama tragedi, drama komedi, melodrama, dan dagelan.
1.Drama tragedi adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero artinya pahlawa yang mengalami nasib tragis.
2.Drama komedi adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir , dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Tokoh-tokoh dalam drama jenis ini biasanya tolol, konyol, atau bijaksana tetapi lucu.
3.Melodrama adalah cerita yang sentimental. Artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan dan mengharukan. Tokoh dalam jenis drama ini biasanya digambarkan hitam-putih. Tokoh jahat digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya hingga tidak memiliki kesalahan dan kekurangan sedikit pun.
4.Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan. Alurnya disusun berdasarkan perkembangan situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan fulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan atau komedi picisan.
Berdasarkan teknik pementasannya, drama dibedakan atas drama bentuk drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional adalah seni drama yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat, bersifat spontan dan improvisatoris.
Sedangkan drama modern adalah drama yang bertolak dari hasil sastra yang disusun untuk suatu pementasan. Jadi, perbedaan utama antara drama tradisional dengan drama modern terletak pada tidak ada atau adanya naskah.
Drama tradisional dapat dikelompokkan menjadi:
1.drama tutur (lisan dan belum diperankan): kentrung, dalang jemblung,
2.drama rakyat (lisan, spontan, dan cerita daerah): randai, kethoprak,
3.drama wayang/klasik (segala macam wayang): wayang kulit, wayang beber, wayang golek, wayang orang, langendriyan,
4.drama bangsawan (dipengaruhi konsep teater Barat dan ditunjang pengaruh kebudayaan melayu dan Timur Tengah): komedi bangsawan, komedi stambul.
Drama modern dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.drama konvensional (sandiwara) adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional.
drama kontemporer (teater mutakhir) adalah drama yang mendobrak konvensi lama dan penuh dengan pembaharuan, ide-ide baru, gagasan baru, penyajian baru, penggabungan konsep Barat-Timur.
Adapun unsur-unsur drama adalah:
1.Tema
2.Setting atau Latar
3.Alur atau Plot
4.Penokohan atau Perwatakan
5.Amanat
6.Bloking dan Akting
7.Tata Pentas.
Dalam Kurikulum 2006, analisis drama banyak diarahkan pada analisis tentang penokohan.
Tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita, ada tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.
a. Tokoh protagonis adalah tokoh utama cerita yang pertama-tama menghadapi masalah. Tokoh ini biasanya didudukkan penulis sebagai tokoh yang memperoleh simpati pembaca/penonton karena memiliki sifat yang baik.
b. Tokoh antagonis adalah tokoh penentang tokoh protagonis.
c. Tokoh tritagonis disebut juga tokoh pembantu, baik membantu tokoh protagonis maupun antagonis.
2. Berdasarkan peran dalam lakon serta fungsinya, ada tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu.
a. Tokoh sentral adalah tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
b. Tokoh utama adalah pendukung atau penentang tokoh sentral. Mereka dapat berperan sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini, yang berperan sebagai tokoh utama ialah tokoh tritagonis.
c. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini hanya menurut kebutuhan cerita. Tidak semua lakon drama menghadirkan tokoh pembantu.
Mengenal dan memahami tokoh mutlak dilakukan oleh calon pemeran, sebab akan memungkinkannya mengenal benar hubungan tokoh yang akan diperankannya dengan tokoh-tokoh lainnya. Dengan demikian, akan memperjelas sifat dan perilaku tokoh yang harus diperankannya.
Membaca naskah dan memahami tokoh harus diikuti dengan latihan pementasan. Latihan-latihan ini meliputi:
1.latihan sikap, gerak atau perbuatan agar tidak canggung, tidak kaku , dan tidak overacting,
2.latihan blocking (perpindahan dari satu tempat ke tempat lain),
3.latihan dialog (pembicaraan dengan tokoh lain) secara tepat,
4.latihan gesture (gerakan tangan dan kaki) secara wajar,
5.latihan vokal dengan artikulasi yang tepat,
6.latihan menggambarkan watak secara wajar,
7.latihan mimik (ekspresi wajah) sehingga agar meyakinkan penonton,
8.latihan pantomimik (gerakan-gerakan tubuh), dan
latihan memanfaatkan segala properti dan situasi pentas dengan baik.
Yang perlu dipahami, dialog pemain tidak harus sama persis dengan yang tertulis dalam teks. Pemain boleh saja menambahi atau mengurangi agar tercapai tingkat penjiwaan yang lebih tinggi.

educational DRAMA

Educational Drama

What is Educational Theatre and Drama?

The children are watching a refugee girl, Amani, and a boy, George, interact in a disused railway station. Amani and George are played by two actors in role. The interaction is fraught with tension. Amani is frightened, George is aggressive - he is frightened too. They cannot speak to each other. One of the pupils, a girl aged seven, a girl who is often quiet, distant even, taps one of the adults working in the programme on the shoulder. “I know what the problem is”, she says. The adult gets the attention of the actor facilitating the programme, indicating that the child is prepared to share her understanding with the rest of her peers. “His story is her story” she observes with quiet confidence, “and her story is his story, but they don’t realise it.” The significance was apparent to everyone in the room, it was held in a portentous silence. The task for everyone involved now was to deepen this understanding and share it with George and Amani. This was the stuff of real drama.

Suitcase – a Theatre in Education programme for children aged 6-7 years old

The drama of - As if

Let’s begin with a broad definition of the meaning of drama, which derives from the Greek word Dran – to do. Drama is something of significance that is ‘done’ or enacted. In our work it is action explored in time and space in a fictional context.

Drama and theatre is a shared experience among those involved either as participant or audience where they suspend disbelief and imagine and behave as if they were other than themselves in some other place at another time. There are many aspects to the imagined experience of as if.

Drama is a framed activity where role-taking allows the participants to think or/and behave as if they were in a different context and to respond as if they were involved in a different set of historical, social and interpersonal relationships. This is the source of dramatic tension. In drama we imagine the real in order to explore the human condition.

Acting a role in a play, or taking a role in a drama, is a mental attitude, a way of holding two worlds in mind simultaneously: the real world and the world of the dramatic fiction. The meaning and value of the drama lies in the dialogue between these two worlds and the human subjects behind its representations: the real and the enacted; the spectator and the participant; the actor and the audience. Even in performance we are not simply showing to others but also seeing ourselves, and because of this, drama is an act of ‘self’ creation.

DICE – Educational Theatre and Drama

The range of work that has been the subject of this research project is both rich and diverse. It involves a variety of processes and performance elements in a variety of contexts using many different forms and different approaches to drama and theatre. We do however share a common concern for the needs of young people and view our work within an educational framework, whether this is in school or another learning context such as a theatre and drama group or club. We have therefore adopted the generic term of educational theatre and drama to describe the work that the partners in the DICE project do.

Why do we differentiate between theatre and drama?

The work explored in this publication, and we suspect the work of practitioners everywhere, functions along a continuum, with process at one end, moving on through exploring, sharing, crafting, presenting, and assessing, towards performance at the other. The fundamental difference between the two ends of the spectrum is the difference between process and product.

The creation and crafting of a piece of theatre has the audience as its focus. The process of making theatre can be educative in itself – we need to understand what we are performing to an audience, we learn skills in order to present a play text – but the function of theatre, irrespective of what an individual may get out of performing, is to show to others.

Performance however requires depth in order to be an event rather than an empty effect. Theatre cannot be theatre unless the actor is consciously divided within the aesthetic space, both self and not self – I and not I; unless there is a division between the aesthetic space and the audience; unless the dramatic event unlocks or accesses for the audience the most extreme situations, dilemmas and emotions concerning the gamut of human experience – be they spiritual, emotional, psychological, social, physical, etc.

To paraphrase Eric Bentley:

In theatre, A (the actor/enactor) plays B (the role/performance) to C (the audience) who is the beneficiary.

Drama, on the other hand, is not as concerned with the learning of theatre-skills, or production, as it is with the construction of imagined experience. Drama creates dramatic situations to be explored by the participants, inviting them to find out more about the process of how the situation comes into being, to shift perspectives in the here and now, identify and sometimes solve problems and deepen our understanding of them. The focus is on process: it is a social activity that relies on many voices and perspectives, and on role-taking; that focuses on task rather than individual interests; and that enables participants to see with new eyes. This approach creates an opportunity to probe concepts, issues and problems central to the human condition, and builds space for reflection to gain new knowledge about the world. Drama is more concerned with providing the child with lived-through experience, with the enactive moment, rather than with performing the rehearsed moment. It moves along an educational continuum that embraces many forms, from simple role play that is very close to child’s play to fully-structured sharing (including showing); but the focus remains on identifying opportunities for learning and how to organise these.

In drama, A (the actor/enactor) is simultaneously B (role) and C (audience,) through participation and observation, in a process of percipience (a process of both observing and participating).

Educationally speaking, some of our work trains young people in theatre and drama skills in order that they can perform in theatre or pass those skills on to others through teaching. But there is also a deeper concern and a wider potential in educational theatre and drama: to use dramatic art to connect thought

MAKALAH PENTINGX EVALUASI MANAJEMEN


BAB I
PENDAHULUAN
I.Latar belakang
              Menurut bahasa, evaluasi (value) berasal dari bahasa Inggris evaluate, yang berarti menilai dan menaksir.
Dalam pengertian umum, evaluasi berarti penilaian terhadap segala sesuatu. Menurut Ahmad Tafsir, ada tiga istilah yang kadang-kadang diartikan sama dalam peristilahan penilaian yaitu istilah test, measurement, dan evaluation. Dalam bahasa Indonesia, dikenal istilah ujian.Test atau testing, dalam arti umum dapat berarti mengetest kekuatan sesuatu benda dan dapat pula berarti mengetest kemampuan sebuah kelas dalam suatu bidang studi, dapat pula berarti mengetest tingkat kecerdasan seseorang, kesehatannya, serta kemampuan-kemampuannya yang tertentu. Sekarang pengertian tersebut di sekolah telah menjadi begitu luas, sehingga meliputi pengertian measurement dan evaluation.

            Secara operasional, evaluasi ialah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan perlakaukan selanjutnya. Dengan demikian, evaluasi pendidikan agama adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam pendidikan agama.
Secara umum orang hanya mengidentikkan kegiatan evaluasi sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur biasanya sudah termasuk didalamnya. Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
kasus uji.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian pengukuran, penilaian dan evaluasi
Untuk memahami pengertian evaluasi, pengukuran dan penilaian kita dapat memahaminya lewat contoh berikut :

1. Apabila ada seseorang yang memberikan kepada kita 2 pensil yang berbeda ukuran ,yang satu panjang dan yang satu lebih pendek dan kita diminta untuk memilihnya, maka otomatis kita akan cenderung memilih pensil yang panjang karena akan bisa lebih lama digunakan. Kecuali memang ada kriteria lain sehingga kita memilih sebaliknya.

2. Peristiwa menjual dan membeli di pasar. Kadang kala sebelum kita membeli durian di pasar, sering kali kita membandingkan terlebih dahulu durian yang ada sebelum membelinya. Biasanya kita akan mencium, melihat bentuknya, jenisnya ataupun tampak tangkai yang ada pada durian tersebut untuk mengetahui durian manakah yang baik dan layak dibeli.

            Dari kedua contoh diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kita selalu melakukan penilaian sebelum menentukan pilihan untuk memilih suatu objek/benda. Pada contoh pertama kita akan memilih pensil yang lebih panjang dari pada pensil yang pendek karena pensil yang lebih panjang dapat kita gunakan lebih lama. Sedangkan pada contoh yang kedua kita akan menentukan durian mana yang akan kita beli berdasarkan bau, bentuk, jenis, ataupun tampak tangkai dari durian yang dijual tersebut. Sehingga kita dapat memperkirakan mana durian yang manis.
              Untuk mengadakan penilaian, kita harus melakukan pengukuran terlebih dahulu. Dalam contoh 1 diatas, jika kita mempunyai pengaris, maka untuk menentukan pensil mana yang lebih panjang maka kita akan mengukur kedua pensil tersebut dengan menggunakan pengaris kemudian kita akan melakukan penilaian dengan membandingkan ukuran panjang dari masing-masing penggaris sehingga pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa “Yang ini panjang” dan “Yang ini pendek” lalu yang panjanglah yang kita ambil.
Dalam contoh yang ke 2, kita memilih durian yang terbaik lewat bau, tampak tangkai, maupun jenisnya. Hal itu juga diawali dengan proses pengukuran dimana kita membanding-bandingkan beberapa durian yang ada sekalipun tidak menggunakan alat ukur yang paten tetapi berdasarkan pengalaman. Barulah kita melakukan penilaian mana durian yang terbaik berdasarkan ukuran yang kita tetapkan yang akan dibeli.

             Dari hal ini kita dapat mengetahui bahwa dalam proses penilaian kita menggunakan 3 ukuran, yakni ukuran baku (meter, kilogram, takaran, dan sebagainya), ukuran tidak baku (depa, jengkal, langkah, dan sebagainya) dan ukuran perkiraan yakni berdasarkan pengalaman.
Langkah – langkah mengukur kemudian menilai sesuatu sebelum kita mengambilnya itulah yang dinamakan mengadakan evaluasi yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan evaluasi sebelum melakukan aktivitas mengukur dan menilai.

            Berdasarkan contoh diatas dapat kita simpulkan pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi sebagai berikut :
• Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan bersifat kuantitatif.
• Penilaian adalah kegiatan mengambil keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk dan bersifat kualitatif. Sedangkan
• Evaluasi adalah kegiatan yang meliputi pengukuran dan penilaian











              Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan Pengendalian dan Evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan semula.
              Tujuan Monitoring untuk mengamati/mengetahui  perkembangan dan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinya/upaya pemecahannya.

              Definisi Evaluasi menurut OECD, disebutkan bahwa Evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau program. Evaluasi merupakan sebuah penilaian yang seobyektif dan sesistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Hal-hal yang harus dievaluasi yaitu proyek, program, kebijakan, organisasi, sector, tematik, dan bantuan Negara.

Kegunaan Evaluasi, adalah untuk:
  • Memberikan informasi yg valid ttg kinerja kebijakan, program & kegiatan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai & kesempatan telah dapat dicapai
  • Memberikan sumbangan pada klarifikasi & kritik thd nilai2 yg mendasari pemilihan tujuan & target
  • Melihat peluang adanya alternatif kebijakan, program, kegiatan yang lebih tepat, layak, efektif, efisien
  • Memberikan umpan balik terhadap kebijakan, program dan proyek
  • Menjadikan kebijakan, program dan proyek mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana publik
  • Mambantu pemangku kepentingan belajar lebih banyak mengenai kebijakan, program dan proyek 
  • Dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pengguna utama yang dituju oleh evaluasi
  • Negosiasi antara evaluator and pengguna utama yang dituju oleh evaluasi
             Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Evaluasi merupakan merupakan kegiatan yang menilai hasil yang diperoleh selama kegiatan pemantauan berlangsung. Lebih dari itu, evaluasi juga menilai hasil atau produk yang telah dihasilkan dari suatu rangkaian program sebagai dasar mengambil keputusan tentang tingkat keberhasilan yang telah dicapai dan tindakan selanjutnya yang diperlukan.

Pengendalian merupakan serangkaian kegiatan managemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan
  1. Pimpinan Kementerian/Lembaga/SKPD melakukan pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
  2. Melekat pada tugas dan fungsi
  3. Pengendalian dilakukan terhadap pelaksanaan Renja-KL, meliputi pelaksanaan program dan kegiatan, serta jenis belanja.
  4. Hal yang sama untuk Gubernur terhadap pelaksanaan dekon dan TP, serta Bupati/Walikota untuk pelaksanaan TP.
  5. Dilakukan melalui: Pemantauan dan Pengawasan.
Evaluasi bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan pengelolaan kegiatan, melalui kajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi, untuk selanjutnya menjadi bahan evaluasi kinerja program dan kegiatan selanjutnya. Bentuk evaluasi berupa pengkajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi.Dimaksudkan:
  1. Memberikan kesimpulan dalam bentuk umpan balik sehingga dapat terus mengarahkan pencapain visi/misi/sasaran yang telah ditetapkan;
  2. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara yang terjadi dengan yang direncanakan, serta mengaitkannya dgn kondisi lingkungan yg ada;
  3. Arah evaluasi bukan pada apakah informasi yang disediakan benar atau salah, tetapi lebih diarahkan pada perbaikan yang diperlukan atas implementasi kebijakan/program/kegiatan.
Evaluasi memberikan  informasi mengenai:
  • Benar atau tidaknya strategi yang diapakai
  • Ketepan cara operasi yang dipilih
  • Pemilihan cara pembelajaran  yang lebih baik
  • Pelaksanaan pengawasanterhadap kegiatan rutin sedang berjalan dan internal, serta pengawasan dipergunakan untuk mengumpulkan informasi terhadap keluaran/hasil dan indikator yang dipergunakan untuk mengukur kinerja program
  • Pelaksanaan evaluasi dilaksanakan secara periodik dan berkala, dapat bersifat internal dan eksternal atau partisipatif, sebagai umpan balik periodik kepada pemangku kepentingan utama.
Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Pemantauan bertujuan untuk mengamati/mengetahui perkembangan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasi/upaya pemecahannya. Sedangkan maksudnya, adalah:
  1. Mendapatkan informasi perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan secara kontinyu (terus menerus) mengenai pencapaian indikator kinerja dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan;
  2. Melakukan identifikasi masalah agar tindakan korektif dapat dilakukan sedini mungkin; dan
  3. Mendukung upaya penyempurnaan perencanaan berikutnya melalui hasil pemantauan.

·         Pelaksana: masing-masing Pengelola Kegiatan/Satker di daerah serta komponen pembina/penanggunjawab kegiatan pusat, yang hasilnya menjadi input bagi perumusan kebijakan selanjutnya.
·         Lingkup: aspek perencanaan, penyaluran/pencairan dana, pelaksanaan, dan pelaporan.  
·         Bentuk: Rapat Berkala, Rapat ad hock, Pelaporan, dan kunjungan lapangan
·         Dilakukan terhadap pelaksanaan Renja-KL, dengan fokus  pelaksanaan program dan kegiatan.
·         Daerah: Gubernur dan Ka.SKPD Provinsi melakukan pemantauan pelaksanaan Dekon dan TP; Bupati/Walikota dan Ka. SKPD Kabupaten/Kota melakukan pemantauan pelaksanaan  TP, sesuai degan tugas dan kewenangannya.
·         Komponen pemantuan meliputi: (1) perkembangan realisasi penyerapan dana, (2) realisasi pencapaian target keluaran (output), dan (3) kendala yang dihadapi & tinjut.
·         Bentuk produk (akhir) laporan triwulan.
Metode Pelaporan    dilakukan berkala dan berjenjang, maksudnya sebagai berikut:
  1. Pelaporan dilaksanakan secara berkala yaitu dilakukan setiap 3 bulan (triwulanan), dan 6 bulanan (semesteran) atau tahunan.
  2. Pelaporan dilakukan secara berjenjang, maksudnya penyampaian pelaporan  dari unit kerja paling bawah sampai pucuk pimpinan organisasi; dari penanggungjawab kegiatan kepada penanggungjawab program, dan dari penanggungjawab program kepada pimpinankementerian/lembaga; atau dari suatu tingkat pemerintahan kepada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi, hingga ke pusat.
Fokus PP 39 tahun 2006 yaitu  yang merupakan pengendalian dan evaluasi untuk kegiatan Pemerintah Pusat, yang merupakan dana Kementerian/Lembaga (pusat), dekonsentrasi (provinsi), dan tugas Pembantuan (kabupaten/kota), jadi tidak memfokuskakan pada kegiatan daerah yang dibiayai dana desentralisasi . Adapun pengendalian dan evaluasi menurut UU No. 25/2004 Tentang SPPN, Pasal 28:
  1. Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah;
  2. Menteri/ Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Selanjutnya Pasal 29 UU No 25/2004 Tentang SPPN:
  1. Pimpinan Kementerian/ Lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Kementerian/ Lembaga periode sebelumnya;
  2. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Satuan Kerja Perangkat Daerah periode sebelumnya;
  3. Menteri/ Kepala Bappeda  menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan evaluasi Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
  4. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan Nasional/ Daerah untuk periode berikutnya.
Latar belakang perumusan kebijakan di bidang penguatan akuntabilitas kinerja, antara lain dengan alas an karena: sudah cukup lama belum ada revisi pedoman tentang penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, perkembangan administrasi keuangan sangat terkait dengan manajemen kinerja (perkembangan sudah cukup banyak), dan penguatan akuntabilitas kinerja melalui kontrak kinerja perlu diperkuat pedomannya.

Perencanaan dalam upaya meningkatkan akuntabilitas kinerja, antara lain: kualitas birokrasi, pelayanan publik, Indeks Daya Saing Global, Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, Sumber Daya Manusia Aparatur (Kompetensi, Profesionalitas dan Netralitas) dan Akuntabilitas Kinerja. Tujuan reform manajemen kinerja melalui implementasi SAKIP yaitu meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi. Adapun tujuan/sasaran reform di bidang perencanaan & penganggaran adalah untuk mewujudkan upaya meletakan landasan bagi sistem perencanaan dan penganggaran yg mampu menjamin arah pembangunan secara berkesinambungan dan memiliki akuntabilitas kinerja yang terukur.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
v  evaluasi berarti penilaian terhadap segala sesuatu. Menurut Ahmad Tafsir, ada tiga istilah yang kadang-kadang diartikan sama dalam peristilahan penilaian yaitu istilah test, measurement, dan evaluation
v   Secara operasional, evaluasi ialah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan perlakaukan selanjutnya.
v  Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan bersifat kuantitatif.
• Penilaian adalah kegiatan mengambil keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk dan bersifat kualitatif. Sedangkan
• Evaluasi adalah kegiatan yang meliputi pengukuran dan penilaian
Kegunaan Evaluasi, adalah untuk:
  • Memberikan informasi yg valid ttg kinerja kebijakan, program & kegiatan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai & kesempatan telah dapat dicapai
  • Memberikan sumbangan pada klarifikasi & kritik thd nilai2 yg mendasari pemilihan tujuan & target
  • Melihat peluang adanya alternatif kebijakan, program, kegiatan yang lebih tepat, layak, efektif, efisien
  • Memberikan umpan balik terhadap kebijakan, program dan proyek
  • Menjadikan kebijakan, program dan proyek mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana publik
  • Mambantu pemangku kepentingan belajar lebih banyak mengenai kebijakan, program dan proyek 
  • Dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pengguna utama yang dituju oleh evaluasi
  • Negosiasi antara evaluator and pengguna utama yang dituju oleh evaluasi
v  Evaluasi memberikan  informasi mengenai:
  • Benar atau tidaknya strategi yang diapakai
  • Ketepan cara operasi yang dipilih
  • Pemilihan cara pembelajaran  yang lebih baik
  • Pelaksanaan pengawasanterhadap kegiatan rutin sedang berjalan dan internal, serta pengawasan dipergunakan untuk mengumpulkan informasi terhadap keluaran/hasil dan indikator yang dipergunakan untuk mengukur kinerja program
  • Pelaksanaan evaluasi dilaksanakan secara periodik dan berkala, dapat bersifat internal dan eksternal atau partisipatif, sebagai umpan balik periodik kepada pemangku kepentingan utama.
B.     SARAN
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Terima Kasih pada semua pihak yang membantu. Teman-teman dalam menyelesaikan makalah ini juga sumber-sumber yang telah membantu saya dalam melengkapi materi makalah ini.
saya banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

REFERENSI
  • Undang-Undang Nomor  25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  • Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Evaluasi dan Pengendalian Pelaksanaan Rencana Pembangunan
  • Tinjauan PP Nomor. 39 Tahun 2006, Paparan Direktorat Otonomi Daerah Bappenas di Hotel Takashimaya, Lembang,10 Februari 2011.
·      Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
·      Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and Portfolio Assessment-Its Theory and Practice. Japan: Shizuoka University.
·      Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company
·      Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta
·      Www.google.com.