PEMBELAJARAN APRESlASI DRAMA
Setiap
saat manusia adalah pelaku atau tokoh yang memerankan sikap dan perilaku
tertentu. Keterampilan berperan dan memerankan tokoh tertentu dalarn kehidupan,
akan sangat menentukan keberhasilan seseorang di tengah-tengah masyarakat.
Siswa adalah individu yang nantinya akan mengambil bagian dalam memainkan perannya
di ,masyarakat. Oleh karena itu,. siswa perlu mendapatkan pengalaman dalatn
bermain peran dan memerankan tokoh-tokoh tertentu. Kesempatan bermain peran dan
memahami peran yang dimainkan dalam drama misalnya, akan dapat adalah cermin
konflik-konflik membentuk jati dici siswa. Mengingat, pada hakikatnya drama
kehidupan. Sumber utama dalam drama adalah permasalahan dan kehidupan manusia.
A. Nilai-nilai Pendidikan dalam Drama
Manusia
adalah makhluk yang sanggup mengenal dan berbuat susila. Manusia mempunyai
sifat dapat salah, tetapi dapat diperbaiki atau mendekati baik. Oleh karena itu
manusia merupakan makhluk yang dapat dididik (animal educadice) dan
yang harus mendapat pendidikan (animal educandum) (Brahim, 1968:129).
Sebagai makhluk susila, rnanusia sanggup mengenal kaidah-kaidah susila dan
mengambil keputusan susila serta bertindak melaksanakan keputusan itu.
Hal
yang perlu diperhatikan bahwa kesanggupan untuk berbuat susila dan mengambil
keputusan susila tidak serta merta secara langsung dimiliki oleh manusia. Untuk
dapat melakukan perbuatan di atas sejak dini seorang anak harus sudah
dikenalkan dengan norma-norma susila. Salah satu cara pengenalan tersebut dapat
dilakukan melalui pendidikan.
Pemahaman
nilai-nilai serta unsur-unsur budi pekerti dapat dilakukan melalui pendidikan
agama. Di samping melalui pendidikan agama, perlu diperhatikan juga pendidikan
kesenian dalam upaya penanaman nilai-nilai dan norma tersebut. Kegiatan
kesenian merupakan salah satu upaya mempersiapkan siswa agar tidak merasa
canggung terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan pentingnya
pendidikan dalarr penanaman nilai-nilai dan pembentukan tingkah laku, (1993:
49) n-.engemukakan suatu fenomena yang pendidikan di jenjang T'aman
Kanak-Kanak.
TK
bukanlah sekolah kesenian, bukanlah pula suatu akademi yang diharapkan
menghasilkan seniman kreatif, namun tampaknya kegiatan yang sangat menonjol
sehari-hari di sekolah adalah wsaha g;~tw mendorong murid-muridnya agar mau,
berani, dan mampu menyatakan diri dalam berbagai bentuk kesenian. Di sini siswa
didorong untuk mengekspresikan diri (Sapardi, 1993:49-50).
Termasuk
dalam kalimat tersebut-salah satunya adalah pengajaran sastra,
khususnya drama. MeIalui pendidikan; pengenalan dan pemahaman terhadap drama,
akari dapat memparkaya siswa sebagai pribadi dalam keberadaannya di antara
sesamanya, antara siswa satu dengan siswa yang lain. Mengingat, bahwa kesenian
dalam proses Sapardi Joko Damono menarik yaitu tentang proses sumber penulisan
drama adalah segala permasaiahan dan konflik yang dialami manusia_ Oleh karena
itu dapat dikatakan bal3wa apa yang ada dalam drama merupakan cermin dari
kehidupan nyata. Dengan memahami dan merrgapresiasi permasalahn yang
disampaikan dalam drama, siswa dilatih untuk memecahkan masalah, yang mungkin
akan ditemui dalam kehidupan di masyarakat nanti.
Ditinjau
dari segi perkembangan jiwa, siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada
tahap yang disebut tahap realistik (Rahmanto, 1988:30). Dari segi usia., anak
SMP berada pada usia antara 12 - 15 tahun. Pada masa ini anak-anak sudah
benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas atau
apa yang benar-benar terjadi. Mereka berusaha mengetahui dan siap mengikuti
dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalal? masalah daiam kehidupan
nyata.
Sesuai
dengan perkembangan jiwa dan perkembangan kemampuan bersosialisasi dengan
masyarakat, maka penyelenggaraan pengajaran drama di sekolah mempunyai arti
bagi pemupukan sikap hidup bergotong royong dan belajar tanggung jawab. Siswa
perlu dilatih untuk hidup secara bersama dan bertanggung jawab terhadap
kewajiban yang diserahkan kepadanya. Dilatih untuk hidup mandiri, belajar
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan.
Selanjutnya,
menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Brahirn, 1968:155), sandiwara (drama)
merupakan alat pandidikan yang baik. Dalam sandiwara itu terdapat dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian (aesthetisch), kebajikan (ethisch) dan religius (uniuk mengajarkan agama), sosial (untuk mengajarkan laku bermasayarakat). (Brahim, 1968:155).
merupakan alat pandidikan yang baik. Dalam sandiwara itu terdapat dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian (aesthetisch), kebajikan (ethisch) dan religius (uniuk mengajarkan agama), sosial (untuk mengajarkan laku bermasayarakat). (Brahim, 1968:155).
Secara
terperinci Brahim (1968:161) mengemukakan nilai-nilai pendidikan yang terdapat
dalam pengajaran drama, yaitu:
- melibatkan para pelajar pada
persoalan hidup,
- memberi kesempatan
"biidung",
- para pelajar dapat
memperdekatkan nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya ndiri,
- dapat menghargai golongan lain,
- rnempunyai peranan dalam
pernbentukan pribadi sendiri,
- merupakan latihan memperguoakan
bahasa dengan teratur dan baik,
- melatih anak berpikir cepat,
- melatih pelajar-pelajar yang
lain sebagai penonton,
- murid-rnurid dapat mengerti
secara intelektual dan merasakan persoalan social psycholgis itu,
- menimbulkan diskusi yang hidup,
dan
- mendidik berani mengemukakan
pendapat.
- menghargai pendirian orang
lain,
angkan Kreativitas Siswa
Manusia
sering disebut juga "homo sapiens", yaitu makhluk yang suka berpikir,
mempertirqbangkan, menilai dan mengevaluasi. Di samping itu manusia juga
dikenal sebagai "homo tudens", yaitu makhluk yang suka berimajinasi,
bermain dan berkreasi (Darma, 1990). Dari sifat-sifat itulah dimungkinkan
Dengan
kreativitas, pemikiran manusia selalu menjadi dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman. Manusia selalu mencari kemungkinan-kemungkinan untuk
meningkatkan diri, Manusia kreatif adalah manusia yang selalu mempertanyakan
sesuatu, menyangsikan sesuatu, karena merasa yakin bahwa dibalik apa yang
diketahui ada sesuatu yang tidak diketahui. Naluri keingintahuan itulah yang
mendorong manusia mengembangkan potensi kreativitas diri. Semua itu juga
terjadi pada diri siswa. Oleh karena itu, potensi kreativitas yang dimiliki
oleh siswa perlu mendapatkan perhatian dan disalurkan dengan baik.
Menurut
Munandar (1993:20), proses kreatif merupakan suatu fenomena intrapsikis, dan
bagian dari suatu sistem terbuka. Dalam arti bahwa, kreativitas bukanlah
semata-mata p~mbawaan sejak lahir yang melekat pada iiiri seseorang.
Kreativitas dapat ditumbuhkan melalui penciptaan suasana, masukan dari dunia
luar dan sangat dibantu dan dimudahkan oleh iklim atau lingkungan yang tepat.
Proses
kreatif adalah suatu proses yang mulai kelihatan sejak kecil, sejak kesdaran
pertama. Faktor lingkungan pun merupakan hal yang sangat penting bagi
pertumbuhan kreativitas seorang anak. Masa kecil adalah pesemaian bagi intuisi
kreatif (Gerson Poyk dalam Eneste, 1984:71).
Pendidikan
sebagai institusi formal merupakan lingkungan yang kandusif dalam
menumbuhkembangkan potensi kreatif siswa. Agar dapat tercipta kondisi yang
detnikian, pelaksanaan proses belajar mengajar sedapat mungkin dipusatkan psda
aktivitas belajar siswa. Siswa secara langsung mengalami keterlibatan
intelektual dan emosional dalam proses belajar mengajar.
Salah
satu kompcnen dalam pendidikan formal tersebut adalah pengajaran sastra
(temasuk drama). Pengajaran drama yang diberikan seuara problematis dan
menekankan pada aktivitas bersastra, akan dapat mengembangkan kreativitas
siswa. Bersastra artinya melakukan proses kreatif menikmati dan dapat juga
mencipta sastra secara aktif. Dengan demikian akan terjadi keterlibatan mental
spiritual siswa terhadap karya sastra. Di sinilah guru memegang peranan penting
dalam posisinya sebagai pengajar untuk menciptakan suasana yang kondusif agar
dapat memberi kesempatan siswa mengembangkan diri.
Drama
sebagai karya sastra, merupakan pengungkapan dunia batin pengarang yang
merefleksikan kebebasan pribadi dalam berkreasi. Penghayatan terhadap kebebasan
pribadi akan mendcrong pembaca (siswa) untuk bersikap kreatif. Drama juga
menampilkan tokoh dengan segala problema, watak, kejadian dan konflik. Semua
itu diatasi dengan cara kreatif oleh pengarang. Seseorang yang terlibat dalam
drama akan menghayati penemuan-penemuan baru, kemungkinan-kemungkinan baru
sehingga berpengaruh terhadap jiwa kreativitasnya.
Melalui
kegiatan ekspresi yang berupa pementasan drama, suasana yang kondusif
benar-benar tercipta untuk menumbuhkan kreativitas siswa. Pada saat melakukan
kegiatan pementasan itulah siswa yang satu dengan siswa yang lainnya saling
berinteraksi dengan berdiskusi, berdislog dan bekerja sama untuk persiapan
pementasan.
Pertumbuhan
dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan
pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan
merasakan pengaruh nilia-nilai drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang
mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang
sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman
menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu,
siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi,
tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan
selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan
kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata
kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
Idealnya
agar siswa dapat mempunyai kesempatan lebih luas, sebaiknya pengajaran drama
tidak hanya melalui kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler, tetapi ditunjang
dengan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler akan memperkaya dan
memperluas wawasan, pengetahuan, peningkatan nilai dan sikap siswa dalam
menerapkan pengatahuan dan kemampuan yang telah dipelajari. Apabila proses
pengajaran drama dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan efektif, akan memberi
kesempatan siswa untuk terlibat dalam proses berapresiasi dan berekspresi
drama. Hal yang perlu ditekankan adalah bagaimana agar sekolah tetap dapat
menjadi tempat pesemaian potensi-potensi kreatif siswa lainnya saling
berinteraksi dengan berdiskusi, berdislog dan bekerja sama untuk persiapan
pementasan.
Pertumbuhan
dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan
pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan
merasakan pengaruh nilia-nilai drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang
mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang
sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman
menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu,
siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi,
tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan
selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan
kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata
kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
C. Prosedur Pembelajaran Apresiasi Drama
Apakah
beda antara drama dan novel? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Sapardi
(1983:150) menyebut satu hal, yaitu drama dimaksudkan untuk dibawa ke pentas
sedangkan novel untuk dibaca. Istilah drama secara umum mengandung pengertian
semua bentuk pertunjukan yang bnersifat peniruan atau menirukan sesuatu
(imitation of life action). Di dalam kesusastraan, secara khusus drama
merupakan bentuk cerita yang digubah dan disusun untuk dimainkan atau
dilakonkan. Seluruh cerita atau lakon drama disusun dalam bentuk dialog atau percakapan
antar pelaku.
Dari
uraian di atas tampak bahwa drama mempunyai dua dimensi, yaitu
1)
|
sebagai
|
seni
sastra, dan sebagai seni pentas
|
2)
|
sebagai
|
seni
sastra drama adalah bacaan sedangkan
|
|
sebagai
|
seni
pentas drama adalah suatu pertunjukkan atau tontonan.
|
Dengan
memperhatikan kedudukan drama yang demikian itu, memberi penjelasan bahwa drama
bukan merupakan seni yang berdiri sendiri (individual). Dalam suatu pementasan
drama, tidak dapat dilaksanakan secara individual tetapi senantiasa bersama
dengan orang lain. Suasana itulah yang menyebabkan drama juga disebut sebagai
seni kolektif (collective art). Selain sebagai seni kolektif, drama juga
merupakan seni campuran (synthetic art). Disebut demikian oleh karena untuk
kepentingan pementasan dalam drama memerlukan keterlibatan unsur-unsur seni
lain seperti tari (gerak), Seni musik (suara), seni lukis (dekorasi/panggung),
seni sastra (kata). Unsur-unsur tersebut terangkum menjadi satu di dalam memberi
ciri drama.
Unsur
utama yaqg terdapat daiam drama adalah lakuan. Hal itu bertolak dari wawasan
klasik yang dinyatakan oleh Aristoteles yakni drama adalah tiruan dari
kehidupan (imitcrllon of life ent action) (Ichsan; 1990:214). Sebagai suatu
realita, drama adalah cerita mengenai koriflik dalam kehidupan manusia.
Memahami drama pada akhirnya tidak berbeda jauh dengan upaya memahami manusia,
yuang melalui prosws atau tahapan-tahapan. Selanjutnya secara rinci disajikan
tahap-tahap pembelajaran apresiasi drama. Tahapan tersebut, yaitu:
1.
pelacakan pendahuluan,
2.
penentuan sikap praktis,
3.
introduksi,
4.
penyajian,
5.
diskusi,
6.
dan pengukuhan (Rahmanto, 1988:43).
Pada
tahap pendahuluan guru melakukan kegiatan pemahaman sederhana terhadap naskah
drarna yang dijadikan bahan pengajaran. Pada tahap ini guru berupaya memahami
tema, hal yang menarik, nilai-nilai yang ada, dan sebagainya. Guru dengan
sejumlah bekal yang dimiliki berusalra "mengenali" dulu naskah drarna
yang akan dibahas bersama siswa.
Pada
tahap penentuan sikap praktis, guru menentukan langkah-langkah praktis yang
akan ditempuh dalam proses pembelajaran. Mencatat hal-hal penting yang perlu
mendapat perhatian misalnya menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat dalam drama,
peralatan yang dibutuhkan, cara atau metode apa yang akan digunakan untuk
mengajarkan drama tersebut dan sebagainya. Kernudian juga rnelakukan pengenalan
dengan mencari sejumlah informasi pendukung berkaitan dengan keberadaan naskah.
Siapa pengarangnya, siapa penerbitnya, jumlah halaman, kadar atau kandungan
isinya.
Tahap
introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada
penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat
pengalaman-pengalaman yang berkesan masing-masing siswa. Agar dapat teraran,
pengalaman-pengalaman siswa tersebut sedapat mungkin dihubungkan dengan tema
atau pokok permasalahan yang ada dalam drama yang akan dijadikan bahan
pengajaran. Setelah melakukan introduksi atau pengantar, guru dapat langsung
masuk pada tahapan penyajian materi. Berdasarkan strategi yang telah dipilih,
proses pembelajaran dapat langsung dilaksanakan. Pada tahap penyajian perlu
dipertimbangkan waktu yang tersedia, berapa pertemuan yang diperlukan untuk
membahas drama tersebut.
Tahap
selanjutnya adalah tahap diskusi. Pada tahap ini guru bersama-sama siswa
mendiskusikan permasalahan yang muncul selama proses belajar mengajar. Siswa
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapatnya. Guru dapat
memberikan sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi
dengan siswa. Pada prinsipnya, tahap diskusi sekaligus dapat dimanfaatkan
sebagai upaya pengukuhan terhadap perolehan belajar siswa. Hal-hal pokok yang
mendapatkan perhatian, dibahas dan diulas kembali oteh guru. Kegiatan pengukuhan
perlu dilakukan untuk menguatkan perolehan pengejahuan dalam diri siswa.
Contoh
Pengajaran Drama
Sebagai
bahan latihan,berikut ini disajikan contoh pengajaran drama sesuai dengan
tahapan-tahapn di atas. Drama yang dijadikan bahan pengajaran berjudul
"Desir Cemara di Tingkap", karya Ustaji PW. Naskah drama itu dimuat
pada Antologi Naskah Drama, yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Yogyakarta.
1)
Pelacakan Pendahuluan
Drama
ini bercerita tentang kehidupan sekelompok orang yang tergabung dalam rombongan
sirkus atau akrobatik. Sebagai rombongan sirkus maka mereka harus selalu siap
untuk memberi hiburan kepada para penonton. Itulah masalah menarik yang ingin
ditampilkan oleh drama ini. Setiap saat mereka selalu tampil gembira dan
bahagia di hadapan penonton, namun sebenarnya dibalik panggun6, dibalik
k.egernbiraan tersebut banyak masalah yang harus dihadapi.
Hidup
ini adalah sandiwara, Kita harus pandai memainkan peran kita masingmasing.
Menurut para penonton, setelah layar panggung dibuka, saat itulah sandiwara
dimulai. Anggapan itu salah. Bagi kelompok sirkus itu, setelah layar diturunkan
dan penonton bubar, dan para pemain sirkus sibuk dengan urusan hidup
masing-masing, barulah sandiwara yang sebenarnya dimulai.
Drama
ini bercerita tentang persekongkolan antara Si Bos dengan Si Tua untuk
mencelakai Si Buruk dan adiknya, Natalia. Si Bos ingin menguasai harta warisan
milik Si Buruk dan Natalia. Pada malam itu Si Buruk dipilih untuk bermain
akrobatik. tali dan Si Bos sudah merencanakan untuk rnembuat jebakan-jebakan
agar Si Buruk terbunuh. Namun niat jahat itu tidak berhasil karena dibongkar
oleh Si Manis.
Pelaku
dalam drama ini berjumlah 10 orang. Peran-peran yang ada adalah
- Si Tua,
- Si Buruk,
- Si Manis,
- Si Centil,
- Si Pincang,
- Si Beo,
- bak Yu,
- Carfa,
- Pedro,
- Natalia.
Ditambah
satu tokoh yaitu Si Bos, tetapi tokoh Si Bos hanya disebut-sebut dalam cerita
dan tidak pernah dimunculkan ditengah tokoh-tokoh yang lain.
1.
Penentuan
Sikap Praktis
Naskah
drama yang herjudul "Desir Cemara di tingkap" adalah naskah yang
masuk nominasi sepuluh besar pada lomba penulisan naskah yang diselenggarakan
oleh Balai Bahasa Yogyakarta. Dengan mempertimbangkan proses penjurian dan
kriteria penilaian, dapat dijadikan salah satu ukuran bahwa naskah drama ini
dapat digunakan sebagai bahan pengajaran.
Setelah
guru mengenal dengan sungguh-sungguh naskah drama ini, selanjutnya guru
menandai hal-hal yang dianggap menarik dari drama tersebut. Melakukan
identiftkasi terhadap tokoh-tokoh yang ada, seperti bagaimana watak dan sifat
Si Tua, orang tua yang scring menasehati tetapi terlibat dalam persengkokolan.
Si Beo yang mempunyai.sifat egois, selalu ingin menunjukan kekuatannya. Si
Centil adalah orang suka mencampuri urusan orang lain, mau tahu urusan orang
lain. Guru, juga perlu rnenandai kata-kata atau dialog yang mengandung nilai
dan menjadi kekuatan drama. Dialog-dialog yang mengandung pokok pikiran, perlu
dipikirkan bagaimana cara pengucapannya, lagu kalimatnya, pelafalannya dan
sebaginya.
Pada
tahap penentuan sikap praktis ini, guru sudah mulai memikirkan cara yang
efektif agar siswa dapat mengikuti pembelajaran drama dengan baik. Salah satu
yang dapat dilakukan adalah menugaskan siswa untuk membaca naskah drama itu di
rumah, bisa seminggu sebelum pelajaran dimulai. Dengan demikian siswa sudah
pernah tahu dan mengenal wujud naskah yang dijadikan bahan pengajaran.
3.
Introduksi
Tahap
introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada
penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat
pengalman-pengalaman yang berkesan yang pernah dialami. Guru dapat mulai dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti, Siapakah yang pernah rnelihat pertunjukkan
sirkus? Apakah anak-anak pernah tahu kehidupan para pemain sirkus itu.
4.
Penyajian
Setiap
siswa sudah memhaca dan mempelajari naskah drama di rumah. Pada saat di kelas,
guru sebaiknya menunjuk beberapa siswa untuk rnenjadi peraga dan membaca di
depan. Naskah yang dibaca di depan kelas, dipilih pada bagian yang menarik baik
dari dialognya maupun dari isinya. tentunya siswa yang dipilih yang dapat
membaca dengan baik. Setelah dirasa cukup, dilanjutkan dengan pembacaan secara
bersama-sama seluruh siswa. Pada saat pembacaan ini, sambil dibayangkan
kira-kira bagaimana kata, dialog atau kalimat itu harus dibaca. Bagaimana
suasana pembacaan yang tepat dengan isi dialog tersebut. Apabila terjadi
kesalahan dalam membaca, sebaiknya guru jangan langsung mengberikan
pembacaan untuk membenahi kesalahan. Sernentara waktu kesalahan itu dibiarkan
saja, dan siswa disuruh terus membaca dengan disertai beberapa contoh dari
guru.
Kemudian
guru memilih bagian atau penggalan dialog tertentu dalam drarna untuk dicoba
dimainkan atau diperagakan di kelas. Penyajian selanjutnya, guru menyuruh
beberapa siswa untuk tampil di kelas. Siswa-siswa tersebut disuruh me!akukan
adegan-adegan yang ada dalam drama. Karena siswa belum menghafal naskah, masih
mungkin pada latihan bermain peran ini siswa masih membaca naskah. Akan tetapi
pembacaannya sudah disertai dengan penjiwaan terhadap tokoh yang diperankan.
Tentu saja peran guru sebagai pembirnbing dan pengatur laku (sutradara) masih
dibutuhkan.
5.
Diskusi
Setelah
diadakan proses pembacaan dan peragaan singkat, kemudian siswa diajak untuk
membicarakan unsur-unsur drama seperti tema, alur, tokoh, latar, pesan dan
sebaginya. Tentu saja proses pembicaraan terhadap unsur-unsur tersebut tetap
dilandasi pengetahuan tentang drama yang dimiliki oleh guru. Siswa langsung
belajar tentang unsur-unsur drama dengan melakukan identifikasi terhadap naskah
drama tersebut.
Pada
tahap diskusi ini guru menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk mempermudah
membangkitkan partisipasi siswa. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat
dijadikan bahan diskusi.
- Megapa tiba-tiba Si Pincang
marah-marah?
- Siapakah yang dipilih Si Bos
untuk bermain akrobatik tali pada malam itu?
- Apakah pekerjaan mereka
sehari-hari?
- Apakah rnaksud Si Beo dengan
mengatakan bahwa hidup ini penuh dengan permaianan?
- Si Beo juga berkata bahwa hidup
ini sandiwara. Apa maksudnya?
- Mengapa kita tidak boleh
membenci dan mendendam?
- Siapakah yang bersekongkol
untuk mencelakai Si Buruk?
- Mengapa Carla ingin pulang
kampung?
- Bagaimanakah watak Si Centil?
- Bagiamanakah akhir cerita drama
ini?
- Mungkinkah peristiwa yang
dialami tokoh-tokoh dalam drarna itu terjadi dalam kenyataan hidup
sehari-hari?
- Jika Anda mengalami masalah
seperti yang dialami oleh tokoh Si Buruk, apa yang akan Anda lakukan?
6.
Pengukuhan
Dalarn
proses belajar mengajar, upaya pengukuhan dilakukan agar sesuatu yang
telah
diperoleh siswa dapat menjadi "miliknya". Dengan pengukuhan itu
sejumlah informasi dan pengetahuan dapat benar-benar dipahami oleh siswa. Pada
akhirnya siswa dapat dinyatakan telah menguasai materi yang diajarkan.
Pada
tahap pengukuhan dalarn proses pembelajaran drama ini, yang dapat dilakuka.n
oleh guru antara lain dengan memberi penegasan kembali terhadap nilai-nilai,
yang ada dalam drama tersebut. Siswa diajak untuk merenungi dan meneliti
masalah tersebut dikaitkan dengan kehidupan mereka masing-masing. Apakah yang
harus dilakukan dan sikap yang bagaimana yang harus diambil bila menghadapi
masalah seperti yang ditampilkan dalam drama. Idealnya, siswa dapat
mengidentifikasikan dirinya, dihubungkan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam
drama. Hal yang berhubungan dengan pengetahuan atau teori drama, juga perlu
mendapat perhatian dalam tahap pengukuhan ini. Guru perlu memberi penekanan
dengan ,memberi penjelasan ulang secara singkat mengenai unsur-unsur drama yang
sudah dipelajari bersama.
D. Proses Pementasan Drama
1.
Pengantar
Pada
akhirnya puncak dari belajar drama adalah upaya pementasan. Hal itu sesuai
dengan hakikat drama yang merupakan seni pentas. Dalam arti bahwa proses
belajar mengajar tidak hanya berhenti pada pembelajaran yang bersifat reseptif
atau pemaharnan tetapi juga diupayakan ke arsh produktif-kreatif. Untuk
kepentingan pembelajaran drama, pementasan yang dilakukan tentu alam pengertian
pemeritasan sederhana. Dalam persiapan pementasan tidak arus seluruh
kelengka;aan panggung disediakan. Sebagai latihan tahap awal guru dapat
rnengambil bagian atau babak dalam drama yang mungkin untuk dipentaskan. agar
setiap siswa dalam kelas dapat memperoleh kesempatan berproses, guru dapat
rnembentuk kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok dapat disesuaikan dengan
pemain yang dibutuhkan. Yang penting, adalah guru harus bertindak sebagai
sutradara yang baik. ersama-sama siswa mempersiapkan pementasan sederhana.
Sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan fasilitas. Pasalnya,
tidak ada gedung atau aula yang baik, maka guru dapat mencari alternatif tempat
lain yang sekiranya memadai untuk melakukan latihan.
b.
Pemilihan Naskah
Naskah
yang akan dijadikan bahan pementasan hendaknya yang dapat dan mungkin untuk
dimainkan (Actable). Naskah yang dipilih juga sedapat mungkin disesuaikan
dengan kebutuhan pendidikan serta sesuai dengan alam jiwa siswa (Brahim, 1968:158).
Lebih lanjut Brahim rnenjelaskan bahwa naskah yang dapat dimainkan terutama
ditinjau dari segi praktisnya. Tidak membutuhkan dekorasi yang sukar dan tidak
berubah-ubah setingnya, serta tidak membutuhkan perlengkapan yang tidak mungkin
dibawa ke panggung. Hal yang lebih penting naskah tersebut sesuai dengan
kesanggupan pemain dan sutradara (dalam hal ini guru). Dari segi bahasa,
pilihan katanya, bentuk-bentuk dialog yang ada berupa kata-kata yang hidup,
lancar, dan cair.
Barangkali
permasalahan klasik yang sering ditemui adalah permasalahan nanaskah. Sulit
mendapatkan naskah yang baik. Kalau naskah tidak ada, ya harus cari. Idealnya
seharusnya Anda sebagai guru sekaligus menjadi pemburu naskah. pabila.
memungkinkan, dalam upaya mendapatkan naskah dapat melibatkan swa. Dengan
melibatkan siswa dalam pencarian naskah, memberi kesempatan swa untuk melakukan
apresiasi sederhana.
Pada
prinsipnya untuk mengatasi kekurangan naskah, guru harus dapat rtindak kreatif.
Bahkan juga sangat mungkin guru membuat naskah sendiri.
Dalam
Erembuatan nanaskah itu pun dapat dilakukan bersama-sama siswa. Yang penting,
sebagai guru jangan cepat merasa putus asa. Tidak ada kata menyerah untuk
melakukan pembelajaran apresiasi drama.
c.
Penentuan Pemain
Sesuai
dengan tujuan pementasan yaitu dalam rangka proses pembelajaran drama, maka
pertimbangan utama dalam penetuan pemain adalah supaya seluruh siswa dapat
terlibat dan menikmati pementasan. Oleh karena itu, dalam menentukap pemain
atau pemeran yang cocok dengan tokoh yang akan dimainkan, guru dapat
menggunakan kriteria sederhana yaitu keadaan fisik dan kejiwaan. Pertimbangan
fisik dan kejiwaan siswa, disesuaikan dengan karakter tokoh yang akan
dibawakan. Tentu saja sebelum menentukan siapa pemeran tokoh tertentu, guru harus
sudah memiliki interpretasi terhadap watak, sifat, dan karakter tokoh-tokoh
yang ada dalam naskah drama. Dalam tahapan pembelajaran, pengenalan siapa
sebenarnya tokoh-tol:oh dalam naskah dilakukan pada saat pelacakan pendahuluan.
Sebagai contoh, untuk berperan sebagai tentara, dipilih siswa yang metniliki
postur tubuh tinggi dan badan tegap serta suara yang keras. Untuk tokoh seorang
guru, dipilih siswa yang punya sifat pendiam, sabar dan sebagainya.
Di
samping masa!at pemain, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kerabat
kerja. Drama merupakan pekerjaan kolektif, karena drama merupakan sebuah seni
pentas. Oleh karena itu, selayaknya dalam proses pementasan ini juga
dikembangkan organisasi pelaksana pementasan yang mencerminkan kepaduan seni
tersebut (Ardiana, 1993:231}. Sekaligus juga memberi kesempatan kepada siswa
untuk ber!atih bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap tugas tnasingmasing.
d.
Latihan-Latihan Dasar Drama
Sebelum
masuk pada latihan ini untuk penggarapan naskah pementasan, sebaiknya siswa
juga dikenalkan dengan dasar-dasar bermain drama secara praktis. Latihan
dasar-dasar bermain drama biasanya meliputi
1.latihan gerak,
2.latihan suara/bunyi, dan
3.latihan akting.
Seorang
pemain agar dapat membawakan perannya dengan baik harus dapat menguasai
urat-urat tubuhnya sehingga dapat digerakkan untuk menghasilkan gerakan-gerakan
yang baik (Brahim, 1968:160). Untuk itu perlu diadakan latihan-latihan gerak
agar dapat menghasilkan kelenturan gerakan tubuh serta kekuatan otot tubuh.
Banyak cara yang dapat dilakukan utnuk latihan dasar ini. Misalnya, latihan
rnenari dengan musik, olah raga (silat), karate, senam dan sebagainya. Dengan
latihan itu diharapkan siswa memiliki gerakan-gerakan tubuh yang reflek
berdasarkan tuntutan naskah, dan tidak merasakan canggung untuk melakukan
sesuatu.
Sehubungan
dengan latihan dasar suara atau bunyi bertujuan agar siswa dapat merasakan
perasaan yang terkandung dalam suatu 4capan dan mengucapkannya sesuai dengan
perasaan. Dalarn percakapan rnemperlihatkan pembelajaranasi dan intonasi yang
jelas dan irama yang hidup. Konsonan dan vokal hendaklah jelas artikulasinya.
Latihan-latihan bunyi dapat dilakukan dalam alam terbuka, seperti di pantai, di
daerah pegunungan dan sebagainya. Berikut ini disajikan latihan suara yang
dikemukakan oleh Adjib Hamzah (1985:216-128). latihan suara terkait erat dengun
organ tenggorokan.
Ikutilah urutan latihan berikut ini vokal dan konsonan tertentu.
- Menguaplah dengan bebas; terasa
tenggorokan terbuka dan tidak tegang
- Tariklah nafas dalam-dalam,
rahang tetap rileks, dan berpikirlah bahwa tenggorokan Anda terbuka lebar.
Kemudian hembuskan nafas perlahan.
- Katatan: Aku dapat berkata
seolah-olah aku akan menguap. Dengarlah aku berkata seolah-olah aku akan
menguap.
- Ucapkanlah lo-la-le-la-lo
dengan lambat laun bertenaga untuk tiap pengulangan. Bunyi huruf hidup
harus jelas. Rahang rileks. Kemudian nyanyikanlah. Tinghatkan volume suara
dengan bernafas dalam-dalam, namun tenggorokar. jangan tegang.
- Ucapkanlah vokal a, i, u, e, o
berulang-ulang terus. Setiap pengulangan volume suara dan kecepatan
ditambah. Ulangi terus dengan tetap menambah volume dan kecepatan suara
sampai puncak volume dan kecepatan suara Anda. Pada saat latihan di alam
terbuka seperti di pantai, ucapkanlah dengan suara yang sekeras-kerasnya
seakan-akan Anda ingin mengalahkan suara deburan ombak.
Selanjutnya
latihan akting digunakan untuk kepentingan rnembawakan dan menghidupkan dialog
teks. Untuk rnembawakan dan menghidupkan dialog perlu diolah gerak dan ekspresi
wajah para pemain. Latihan ini sebaiknya dilaksanakan setelah siswa yang
memegang peran sudah hafal dengan naskah drama. Dalarn latihan akting, siswa
dikenalkan dengan berbagai contoh ekspresi gerak wajah yang rnenggambarkan
sikap, watak, perilaku dari tokoh yang diperankan.
e.
Pementasan dan Evalauasi
Hari
pementasan biasanya sangat menegangkan. Semua berharap-harap cemas.
Berhasilkah, atau gagalkah? Sebelum diadakan pementasan perlu diadakan
pengecekan secara keseluruhan. Bila perlu dilakukan kegiatan pementasan
pendahuluan atau pementasan gladi resik sebelum pementasan yang sesungguhnya.
Setelah pementasan usai pertu dilakukan evaluasi sampai di manakah hasil
pementasan itu. Bahkan bila perlu guru dapat menghadirkan ahli dari luar atau
meminta masukan dari guru-guru lain tentang pementasan tersebut. Masukan dan
kritikan rnerupakan hal yang penting untuk proses belajar selanjutnya.
Yang
perlu diingat bahwa target pementasan yang dilakukan tetap dalam rangka
pembelajaran drama. Pelaksanaan kegiatan berekspresi drama di sekolah bukan
untuk mencetak aktor atau produser melainkan dalam rangka membantu anak didik
berkembang menjadi manusia yang matang seutuhnya (Ardiana, 1993:232). Oleh
karena itu, bagaimanapun hasilnya, bukan merupakan tujuan utama. Tujuan utama
adalah agar siswa dapat melakukan kegiatan apresiasi secara langsung dalam
rangka mencari pengalaman baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar