Minggu, 24 November 2013

PEMBELAJARAN DRAMA

Pembelajaran Apresiasi Drama
PEMBELAJARAN APRESlASI DRAMA
Setiap saat manusia adalah pelaku atau tokoh yang memerankan sikap dan perilaku tertentu. Keterampilan berperan dan memerankan tokoh tertentu dalarn kehidupan, akan sangat menentukan keberhasilan seseorang di tengah-tengah masyarakat. Siswa adalah individu yang nantinya akan mengambil bagian dalam memainkan perannya di ,masyarakat. Oleh karena itu,. siswa perlu mendapatkan pengalaman dalatn bermain peran dan memerankan tokoh-tokoh tertentu. Kesempatan bermain peran dan memahami peran yang dimainkan dalam drama misalnya, akan dapat adalah cermin konflik-konflik membentuk jati dici siswa. Mengingat, pada hakikatnya drama kehidupan. Sumber utama dalam drama adalah permasalahan dan kehidupan manusia.
A. Nilai-nilai Pendidikan dalam Drama
Manusia adalah makhluk yang sanggup mengenal dan berbuat susila. Manusia mempunyai sifat dapat salah, tetapi dapat diperbaiki atau mendekati baik. Oleh karena itu manusia merupakan makhluk yang dapat dididik (animal educadice) dan yang harus mendapat pendidikan (animal educandum) (Brahim, 1968:129). Sebagai makhluk susila, rnanusia sanggup mengenal kaidah-kaidah susila dan mengambil keputusan susila serta bertindak melaksanakan keputusan itu.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa kesanggupan untuk berbuat susila dan mengambil keputusan susila tidak serta merta secara langsung dimiliki oleh manusia. Untuk dapat melakukan perbuatan di atas sejak dini seorang anak harus sudah dikenalkan dengan norma-norma susila. Salah satu cara pengenalan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan.
Pemahaman nilai-nilai serta unsur-unsur budi pekerti dapat dilakukan melalui pendidikan agama. Di samping melalui pendidikan agama, perlu diperhatikan juga pendidikan kesenian dalam upaya penanaman nilai-nilai dan norma tersebut. Kegiatan kesenian merupakan salah satu upaya mempersiapkan siswa agar tidak merasa canggung terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan pentingnya pendidikan dalarr penanaman nilai-nilai dan pembentukan tingkah laku, (1993: 49) n-.engemukakan suatu fenomena yang pendidikan di jenjang T'aman Kanak-Kanak.
TK bukanlah sekolah kesenian, bukanlah pula suatu akademi yang diharapkan menghasilkan seniman kreatif, namun tampaknya kegiatan yang sangat menonjol sehari-hari di sekolah adalah wsaha g;~tw mendorong murid-muridnya agar mau, berani, dan mampu menyatakan diri dalam berbagai bentuk kesenian. Di sini siswa didorong untuk mengekspresikan diri (Sapardi, 1993:49-50).
Termasuk dalam kalimat tersebut-salah satunya adalah pengajaran sastra, khususnya drama. MeIalui pendidikan; pengenalan dan pemahaman terhadap drama, akari dapat memparkaya siswa sebagai pribadi dalam keberadaannya di antara sesamanya, antara siswa satu dengan siswa yang lain. Mengingat, bahwa kesenian dalam proses Sapardi Joko Damono menarik yaitu tentang proses sumber penulisan drama adalah segala permasaiahan dan konflik yang dialami manusia_ Oleh karena itu dapat dikatakan bal3wa apa yang ada dalam drama merupakan cermin dari kehidupan nyata. Dengan memahami dan merrgapresiasi permasalahn yang disampaikan dalam drama, siswa dilatih untuk memecahkan masalah, yang mungkin akan ditemui dalam kehidupan di masyarakat nanti.
Ditinjau dari segi perkembangan jiwa, siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada tahap yang disebut tahap realistik (Rahmanto, 1988:30). Dari segi usia., anak SMP berada pada usia antara 12 - 15 tahun. Pada masa ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalal? masalah daiam kehidupan nyata.
Sesuai dengan perkembangan jiwa dan perkembangan kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat, maka penyelenggaraan pengajaran drama di sekolah mempunyai arti bagi pemupukan sikap hidup bergotong royong dan belajar tanggung jawab. Siswa perlu dilatih untuk hidup secara bersama dan bertanggung jawab terhadap kewajiban yang diserahkan kepadanya. Dilatih untuk hidup mandiri, belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan.
Selanjutnya, menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Brahirn, 1968:155), sandiwara (drama)
merupakan alat pandidikan yang baik. Dalam sandiwara itu terdapat dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian (aesthetisch), kebajikan (ethisch) dan religius (uniuk mengajarkan agama), sosial (untuk mengajarkan laku bermasayarakat). (Brahim, 1968:155).
Secara terperinci Brahim (1968:161) mengemukakan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam pengajaran drama, yaitu:
  1. melibatkan para pelajar pada persoalan hidup,
  2. memberi kesempatan "biidung",
  3. para pelajar dapat memperdekatkan nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya ndiri,
  4. dapat menghargai golongan lain,
  5. rnempunyai peranan dalam pernbentukan pribadi sendiri,
  6. merupakan latihan memperguoakan bahasa dengan teratur dan baik,
  7. melatih anak berpikir cepat,
  8. melatih pelajar-pelajar yang lain sebagai penonton,
  9. murid-rnurid dapat mengerti secara intelektual dan merasakan persoalan social psycholgis itu,
  10. menimbulkan diskusi yang hidup, dan
  11. mendidik berani mengemukakan pendapat.
  12. menghargai pendirian orang lain,

 
angkan Kreativitas Siswa
Manusia sering disebut juga "homo sapiens", yaitu makhluk yang suka berpikir, mempertirqbangkan, menilai dan mengevaluasi. Di samping itu manusia juga dikenal sebagai "homo tudens", yaitu makhluk yang suka berimajinasi, bermain dan berkreasi (Darma, 1990). Dari sifat-sifat itulah dimungkinkan
Dengan kreativitas, pemikiran manusia selalu menjadi dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Manusia selalu mencari kemungkinan-kemungkinan untuk meningkatkan diri, Manusia kreatif adalah manusia yang selalu mempertanyakan sesuatu, menyangsikan sesuatu, karena merasa yakin bahwa dibalik apa yang diketahui ada sesuatu yang tidak diketahui. Naluri keingintahuan itulah yang mendorong manusia mengembangkan potensi kreativitas diri. Semua itu juga terjadi pada diri siswa. Oleh karena itu, potensi kreativitas yang dimiliki oleh siswa perlu mendapatkan perhatian dan disalurkan dengan baik.
Menurut Munandar (1993:20), proses kreatif merupakan suatu fenomena intrapsikis, dan bagian dari suatu sistem terbuka. Dalam arti bahwa, kreativitas bukanlah semata-mata p~mbawaan sejak lahir yang melekat pada iiiri seseorang. Kreativitas dapat ditumbuhkan melalui penciptaan suasana, masukan dari dunia luar dan sangat dibantu dan dimudahkan oleh iklim atau lingkungan yang tepat.
Proses kreatif adalah suatu proses yang mulai kelihatan sejak kecil, sejak kesdaran pertama. Faktor lingkungan pun merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan kreativitas seorang anak. Masa kecil adalah pesemaian bagi intuisi kreatif (Gerson Poyk dalam Eneste, 1984:71).

 
Pendidikan sebagai institusi formal merupakan lingkungan yang kandusif dalam menumbuhkembangkan potensi kreatif siswa. Agar dapat tercipta kondisi yang detnikian, pelaksanaan proses belajar mengajar sedapat mungkin dipusatkan psda aktivitas belajar siswa. Siswa secara langsung mengalami keterlibatan intelektual dan emosional dalam proses belajar mengajar.
Salah satu kompcnen dalam pendidikan formal tersebut adalah pengajaran sastra (temasuk drama). Pengajaran drama yang diberikan seuara problematis dan menekankan pada aktivitas bersastra, akan dapat mengembangkan kreativitas siswa. Bersastra artinya melakukan proses kreatif menikmati dan dapat juga mencipta sastra secara aktif. Dengan demikian akan terjadi keterlibatan mental spiritual siswa terhadap karya sastra. Di sinilah guru memegang peranan penting dalam posisinya sebagai pengajar untuk menciptakan suasana yang kondusif agar dapat memberi kesempatan siswa mengembangkan diri.
Drama sebagai karya sastra, merupakan pengungkapan dunia batin pengarang yang merefleksikan kebebasan pribadi dalam berkreasi. Penghayatan terhadap kebebasan pribadi akan mendcrong pembaca (siswa) untuk bersikap kreatif. Drama juga menampilkan tokoh dengan segala problema, watak, kejadian dan konflik. Semua itu diatasi dengan cara kreatif oleh pengarang. Seseorang yang terlibat dalam drama akan menghayati penemuan-penemuan baru, kemungkinan-kemungkinan baru sehingga berpengaruh terhadap jiwa kreativitasnya.
Melalui kegiatan ekspresi yang berupa pementasan drama, suasana yang kondusif benar-benar tercipta untuk menumbuhkan kreativitas siswa. Pada saat melakukan kegiatan pementasan itulah siswa yang satu dengan siswa yang lainnya saling berinteraksi dengan berdiskusi, berdislog dan bekerja sama untuk persiapan pementasan.
Pertumbuhan dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan merasakan pengaruh nilia-nilai drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu, siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi, tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
Idealnya agar siswa dapat mempunyai kesempatan lebih luas, sebaiknya pengajaran drama tidak hanya melalui kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler, tetapi ditunjang dengan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler akan memperkaya dan memperluas wawasan, pengetahuan, peningkatan nilai dan sikap siswa dalam menerapkan pengatahuan dan kemampuan yang telah dipelajari. Apabila proses pengajaran drama dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan efektif, akan memberi kesempatan siswa untuk terlibat dalam proses berapresiasi dan berekspresi drama. Hal yang perlu ditekankan adalah bagaimana agar sekolah tetap dapat menjadi tempat pesemaian potensi-potensi kreatif siswa lainnya saling berinteraksi dengan berdiskusi, berdislog dan bekerja sama untuk persiapan pementasan.
Pertumbuhan dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan merasakan pengaruh nilia-nilai drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu, siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi, tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
C. Prosedur Pembelajaran Apresiasi Drama
Apakah beda antara drama dan novel? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Sapardi (1983:150) menyebut satu hal, yaitu drama dimaksudkan untuk dibawa ke pentas sedangkan novel untuk dibaca. Istilah drama secara umum mengandung pengertian semua bentuk pertunjukan yang bnersifat peniruan atau menirukan sesuatu (imitation of life action). Di dalam kesusastraan, secara khusus drama merupakan bentuk cerita yang digubah dan disusun untuk dimainkan atau dilakonkan. Seluruh cerita atau lakon drama disusun dalam bentuk dialog atau percakapan antar pelaku.
Dari uraian di atas tampak bahwa drama mempunyai dua dimensi, yaitu
1) 
sebagai 
seni sastra, dan sebagai seni pentas
2) 
sebagai 
seni sastra drama adalah bacaan sedangkan 

sebagai 
seni pentas drama adalah suatu pertunjukkan atau tontonan. 
Dengan memperhatikan kedudukan drama yang demikian itu, memberi penjelasan bahwa drama bukan merupakan seni yang berdiri sendiri (individual). Dalam suatu pementasan drama, tidak dapat dilaksanakan secara individual tetapi senantiasa bersama dengan orang lain. Suasana itulah yang menyebabkan drama juga disebut sebagai seni kolektif (collective art). Selain sebagai seni kolektif, drama juga merupakan seni campuran (synthetic art). Disebut demikian oleh karena untuk kepentingan pementasan dalam drama memerlukan keterlibatan unsur-unsur seni lain seperti tari (gerak), Seni musik (suara), seni lukis (dekorasi/panggung), seni sastra (kata). Unsur-unsur tersebut terangkum menjadi satu di dalam memberi ciri drama.
Unsur utama yaqg terdapat daiam drama adalah lakuan. Hal itu bertolak dari wawasan klasik yang dinyatakan oleh Aristoteles yakni drama adalah tiruan dari kehidupan (imitcrllon of life ent action) (Ichsan; 1990:214). Sebagai suatu realita, drama adalah cerita mengenai koriflik dalam kehidupan manusia. Memahami drama pada akhirnya tidak berbeda jauh dengan upaya memahami manusia, yuang melalui prosws atau tahapan-tahapan. Selanjutnya secara rinci disajikan tahap-tahap pembelajaran apresiasi drama. Tahapan tersebut, yaitu:
1.      pelacakan pendahuluan,
2.      penentuan sikap praktis,
3.      introduksi,
4.      penyajian,
5.      diskusi,
6.      dan pengukuhan (Rahmanto, 1988:43).
Pada tahap pendahuluan guru melakukan kegiatan pemahaman sederhana terhadap naskah drarna yang dijadikan bahan pengajaran. Pada tahap ini guru berupaya memahami tema, hal yang menarik, nilai-nilai yang ada, dan sebagainya. Guru dengan sejumlah bekal yang dimiliki berusalra "mengenali" dulu naskah drarna yang akan dibahas bersama siswa.
Pada tahap penentuan sikap praktis, guru menentukan langkah-langkah praktis yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran. Mencatat hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian misalnya menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat dalam drama, peralatan yang dibutuhkan, cara atau metode apa yang akan digunakan untuk mengajarkan drama tersebut dan sebagainya. Kernudian juga rnelakukan pengenalan dengan mencari sejumlah informasi pendukung berkaitan dengan keberadaan naskah. Siapa pengarangnya, siapa penerbitnya, jumlah halaman, kadar atau kandungan isinya.
Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalaman-pengalaman yang berkesan masing-masing siswa. Agar dapat teraran, pengalaman-pengalaman siswa tersebut sedapat mungkin dihubungkan dengan tema atau pokok permasalahan yang ada dalam drama yang akan dijadikan bahan pengajaran. Setelah melakukan introduksi atau pengantar, guru dapat langsung masuk pada tahapan penyajian materi. Berdasarkan strategi yang telah dipilih, proses pembelajaran dapat langsung dilaksanakan. Pada tahap penyajian perlu dipertimbangkan waktu yang tersedia, berapa pertemuan yang diperlukan untuk membahas drama tersebut.
Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi. Pada tahap ini guru bersama-sama siswa mendiskusikan permasalahan yang muncul selama proses belajar mengajar. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapatnya. Guru dapat memberikan sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dengan siswa. Pada prinsipnya, tahap diskusi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai upaya pengukuhan terhadap perolehan belajar siswa. Hal-hal pokok yang mendapatkan perhatian, dibahas dan diulas kembali oteh guru. Kegiatan pengukuhan perlu dilakukan untuk menguatkan perolehan pengejahuan dalam diri siswa.
Contoh Pengajaran Drama
Sebagai bahan latihan,berikut ini disajikan contoh pengajaran drama sesuai dengan tahapan-tahapn di atas. Drama yang dijadikan bahan pengajaran berjudul "Desir Cemara di Tingkap", karya Ustaji PW. Naskah drama itu dimuat pada Antologi Naskah Drama, yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Yogyakarta.

 
1) Pelacakan Pendahuluan
Drama ini bercerita tentang kehidupan sekelompok orang yang tergabung dalam rombongan sirkus atau akrobatik. Sebagai rombongan sirkus maka mereka harus selalu siap untuk memberi hiburan kepada para penonton. Itulah masalah menarik yang ingin ditampilkan oleh drama ini. Setiap saat mereka selalu tampil gembira dan bahagia di hadapan penonton, namun sebenarnya dibalik panggun6, dibalik k.egernbiraan tersebut banyak masalah yang harus dihadapi.
Hidup ini adalah sandiwara, Kita harus pandai memainkan peran kita masingmasing. Menurut para penonton, setelah layar panggung dibuka, saat itulah sandiwara dimulai. Anggapan itu salah. Bagi kelompok sirkus itu, setelah layar diturunkan dan penonton bubar, dan para pemain sirkus sibuk dengan urusan hidup masing-masing, barulah sandiwara yang sebenarnya dimulai.
Drama ini bercerita tentang persekongkolan antara Si Bos dengan Si Tua untuk mencelakai Si Buruk dan adiknya, Natalia. Si Bos ingin menguasai harta warisan milik Si Buruk dan Natalia. Pada malam itu Si Buruk dipilih untuk bermain akrobatik. tali dan Si Bos sudah merencanakan untuk rnembuat jebakan-jebakan agar Si Buruk terbunuh. Namun niat jahat itu tidak berhasil karena dibongkar oleh Si Manis.
Pelaku dalam drama ini berjumlah 10 orang. Peran-peran yang ada adalah
  1. Si Tua,
  2. Si Buruk,
  3. Si Manis,
  4. Si Centil,
  5. Si Pincang,
  6. Si Beo,
  7. bak Yu,
  8. Carfa,
  9. Pedro,
  10. Natalia.

 
Ditambah satu tokoh yaitu Si Bos, tetapi tokoh Si Bos hanya disebut-sebut dalam cerita dan tidak pernah dimunculkan ditengah tokoh-tokoh yang lain.

 
1.      Penentuan Sikap Praktis
Naskah drama yang herjudul "Desir Cemara di tingkap" adalah naskah yang masuk nominasi sepuluh besar pada lomba penulisan naskah yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Yogyakarta. Dengan mempertimbangkan proses penjurian dan kriteria penilaian, dapat dijadikan salah satu ukuran bahwa naskah drama ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran.
Setelah guru mengenal dengan sungguh-sungguh naskah drama ini, selanjutnya guru menandai hal-hal yang dianggap menarik dari drama tersebut. Melakukan identiftkasi terhadap tokoh-tokoh yang ada, seperti bagaimana watak dan sifat Si Tua, orang tua yang scring menasehati tetapi terlibat dalam persengkokolan. Si Beo yang mempunyai.sifat egois, selalu ingin menunjukan kekuatannya. Si Centil adalah orang suka mencampuri urusan orang lain, mau tahu urusan orang lain. Guru, juga perlu rnenandai kata-kata atau dialog yang mengandung nilai dan menjadi kekuatan drama. Dialog-dialog yang mengandung pokok pikiran, perlu dipikirkan bagaimana cara pengucapannya, lagu kalimatnya, pelafalannya dan sebaginya.
Pada tahap penentuan sikap praktis ini, guru sudah mulai memikirkan cara yang efektif agar siswa dapat mengikuti pembelajaran drama dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan adalah menugaskan siswa untuk membaca naskah drama itu di rumah, bisa seminggu sebelum pelajaran dimulai. Dengan demikian siswa sudah pernah tahu dan mengenal wujud naskah yang dijadikan bahan pengajaran.
3. Introduksi
Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalman-pengalaman yang berkesan yang pernah dialami. Guru dapat mulai dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, Siapakah yang pernah rnelihat pertunjukkan sirkus? Apakah anak-anak pernah tahu kehidupan para pemain sirkus itu.
4. Penyajian
Setiap siswa sudah memhaca dan mempelajari naskah drama di rumah. Pada saat di kelas, guru sebaiknya menunjuk beberapa siswa untuk rnenjadi peraga dan membaca di depan. Naskah yang dibaca di depan kelas, dipilih pada bagian yang menarik baik dari dialognya maupun dari isinya. tentunya siswa yang dipilih yang dapat membaca dengan baik. Setelah dirasa cukup, dilanjutkan dengan pembacaan secara bersama-sama seluruh siswa. Pada saat pembacaan ini, sambil dibayangkan kira-kira bagaimana kata, dialog atau kalimat itu harus dibaca. Bagaimana suasana pembacaan yang tepat dengan isi dialog tersebut. Apabila terjadi kesalahan dalam membaca, sebaiknya guru jangan langsung mengberikan pembacaan untuk membenahi kesalahan. Sernentara waktu kesalahan itu dibiarkan saja, dan siswa disuruh terus membaca dengan disertai beberapa contoh dari guru.
Kemudian guru memilih bagian atau penggalan dialog tertentu dalam drarna untuk dicoba dimainkan atau diperagakan di kelas. Penyajian selanjutnya, guru menyuruh beberapa siswa untuk tampil di kelas. Siswa-siswa tersebut disuruh me!akukan adegan-adegan yang ada dalam drama. Karena siswa belum menghafal naskah, masih mungkin pada latihan bermain peran ini siswa masih membaca naskah. Akan tetapi pembacaannya sudah disertai dengan penjiwaan terhadap tokoh yang diperankan. Tentu saja peran guru sebagai pembirnbing dan pengatur laku (sutradara) masih dibutuhkan.
5. Diskusi
Setelah diadakan proses pembacaan dan peragaan singkat, kemudian siswa diajak untuk membicarakan unsur-unsur drama seperti tema, alur, tokoh, latar, pesan dan sebaginya. Tentu saja proses pembicaraan terhadap unsur-unsur tersebut tetap dilandasi pengetahuan tentang drama yang dimiliki oleh guru. Siswa langsung belajar tentang unsur-unsur drama dengan melakukan identifikasi terhadap naskah drama tersebut.
Pada tahap diskusi ini guru menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk mempermudah membangkitkan partisipasi siswa. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan bahan diskusi.
  1. Megapa tiba-tiba Si Pincang marah-marah?
  2. Siapakah yang dipilih Si Bos untuk bermain akrobatik tali pada malam itu?
  3. Apakah pekerjaan mereka sehari-hari?
  4. Apakah rnaksud Si Beo dengan mengatakan bahwa hidup ini penuh dengan permaianan?
  5. Si Beo juga berkata bahwa hidup ini sandiwara. Apa maksudnya?
  6. Mengapa kita tidak boleh membenci dan mendendam?
  7. Siapakah yang bersekongkol untuk mencelakai Si Buruk?
  8. Mengapa Carla ingin pulang kampung?
  9. Bagaimanakah watak Si Centil?
  10. Bagiamanakah akhir cerita drama ini?
  11. Mungkinkah peristiwa yang dialami tokoh-tokoh dalam drarna itu terjadi dalam kenyataan hidup sehari-hari?
  12. Jika Anda mengalami masalah seperti yang dialami oleh tokoh Si Buruk, apa yang akan Anda lakukan?
6. Pengukuhan
Dalarn proses belajar mengajar, upaya pengukuhan dilakukan agar sesuatu yang
telah diperoleh siswa dapat menjadi "miliknya". Dengan pengukuhan itu sejumlah informasi dan pengetahuan dapat benar-benar dipahami oleh siswa. Pada akhirnya siswa dapat dinyatakan telah menguasai materi yang diajarkan.
Pada tahap pengukuhan dalarn proses pembelajaran drama ini, yang dapat dilakuka.n oleh guru antara lain dengan memberi penegasan kembali terhadap nilai-nilai, yang ada dalam drama tersebut. Siswa diajak untuk merenungi dan meneliti masalah tersebut dikaitkan dengan kehidupan mereka masing-masing. Apakah yang harus dilakukan dan sikap yang bagaimana yang harus diambil bila menghadapi masalah seperti yang ditampilkan dalam drama. Idealnya, siswa dapat mengidentifikasikan dirinya, dihubungkan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam drama. Hal yang berhubungan dengan pengetahuan atau teori drama, juga perlu mendapat perhatian dalam tahap pengukuhan ini. Guru perlu memberi penekanan dengan ,memberi penjelasan ulang secara singkat mengenai unsur-unsur drama yang sudah dipelajari bersama.

 
D. Proses Pementasan Drama
1. Pengantar
Pada akhirnya puncak dari belajar drama adalah upaya pementasan. Hal itu sesuai dengan hakikat drama yang merupakan seni pentas. Dalam arti bahwa proses belajar mengajar tidak hanya berhenti pada pembelajaran yang bersifat reseptif atau pemaharnan tetapi juga diupayakan ke arsh produktif-kreatif. Untuk kepentingan pembelajaran drama, pementasan yang dilakukan tentu alam pengertian pemeritasan sederhana. Dalam persiapan pementasan tidak arus seluruh kelengka;aan panggung disediakan. Sebagai latihan tahap awal guru dapat rnengambil bagian atau babak dalam drama yang mungkin untuk dipentaskan. agar setiap siswa dalam kelas dapat memperoleh kesempatan berproses, guru dapat rnembentuk kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok dapat disesuaikan dengan pemain yang dibutuhkan. Yang penting, adalah guru harus bertindak sebagai sutradara yang baik. ersama-sama siswa mempersiapkan pementasan sederhana. Sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan fasilitas. Pasalnya, tidak ada gedung atau aula yang baik, maka guru dapat mencari alternatif tempat lain yang sekiranya memadai untuk melakukan latihan.
b. Pemilihan Naskah
Naskah yang akan dijadikan bahan pementasan hendaknya yang dapat dan mungkin untuk dimainkan (Actable). Naskah yang dipilih juga sedapat mungkin disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan serta sesuai dengan alam jiwa siswa (Brahim, 1968:158). Lebih lanjut Brahim rnenjelaskan bahwa naskah yang dapat dimainkan terutama ditinjau dari segi praktisnya. Tidak membutuhkan dekorasi yang sukar dan tidak berubah-ubah setingnya, serta tidak membutuhkan perlengkapan yang tidak mungkin dibawa ke panggung. Hal yang lebih penting naskah tersebut sesuai dengan kesanggupan pemain dan sutradara (dalam hal ini guru). Dari segi bahasa, pilihan katanya, bentuk-bentuk dialog yang ada berupa kata-kata yang hidup, lancar, dan cair.
Barangkali permasalahan klasik yang sering ditemui adalah permasalahan nanaskah. Sulit mendapatkan naskah yang baik. Kalau naskah tidak ada, ya harus cari. Idealnya seharusnya Anda sebagai guru sekaligus menjadi pemburu naskah. pabila. memungkinkan, dalam upaya mendapatkan naskah dapat melibatkan swa. Dengan melibatkan siswa dalam pencarian naskah, memberi kesempatan swa untuk melakukan apresiasi sederhana.
Pada prinsipnya untuk mengatasi kekurangan naskah, guru harus dapat rtindak kreatif. Bahkan juga sangat mungkin guru membuat naskah sendiri.
Dalam Erembuatan nanaskah itu pun dapat dilakukan bersama-sama siswa. Yang penting, sebagai guru jangan cepat merasa putus asa. Tidak ada kata menyerah untuk melakukan pembelajaran apresiasi drama.
c. Penentuan Pemain
Sesuai dengan tujuan pementasan yaitu dalam rangka proses pembelajaran drama, maka pertimbangan utama dalam penetuan pemain adalah supaya seluruh siswa dapat terlibat dan menikmati pementasan. Oleh karena itu, dalam menentukap pemain atau pemeran yang cocok dengan tokoh yang akan dimainkan, guru dapat menggunakan kriteria sederhana yaitu keadaan fisik dan kejiwaan. Pertimbangan fisik dan kejiwaan siswa, disesuaikan dengan karakter tokoh yang akan dibawakan. Tentu saja sebelum menentukan siapa pemeran tokoh tertentu, guru harus sudah memiliki interpretasi terhadap watak, sifat, dan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama. Dalam tahapan pembelajaran, pengenalan siapa sebenarnya tokoh-tol:oh dalam naskah dilakukan pada saat pelacakan pendahuluan. Sebagai contoh, untuk berperan sebagai tentara, dipilih siswa yang metniliki postur tubuh tinggi dan badan tegap serta suara yang keras. Untuk tokoh seorang guru, dipilih siswa yang punya sifat pendiam, sabar dan sebagainya.
Di samping masa!at pemain, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kerabat kerja. Drama merupakan pekerjaan kolektif, karena drama merupakan sebuah seni pentas. Oleh karena itu, selayaknya dalam proses pementasan ini juga dikembangkan organisasi pelaksana pementasan yang mencerminkan kepaduan seni tersebut (Ardiana, 1993:231}. Sekaligus juga memberi kesempatan kepada siswa untuk ber!atih bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap tugas tnasingmasing.
d. Latihan-Latihan Dasar Drama
Sebelum masuk pada latihan ini untuk penggarapan naskah pementasan, sebaiknya siswa juga dikenalkan dengan dasar-dasar bermain drama secara praktis. Latihan dasar-dasar bermain drama biasanya meliputi
1.latihan gerak,
2.latihan suara/bunyi, dan
3.latihan akting.
Seorang pemain agar dapat membawakan perannya dengan baik harus dapat menguasai urat-urat tubuhnya sehingga dapat digerakkan untuk menghasilkan gerakan-gerakan yang baik (Brahim, 1968:160). Untuk itu perlu diadakan latihan-latihan gerak agar dapat menghasilkan kelenturan gerakan tubuh serta kekuatan otot tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan utnuk latihan dasar ini. Misalnya, latihan rnenari dengan musik, olah raga (silat), karate, senam dan sebagainya. Dengan latihan itu diharapkan siswa memiliki gerakan-gerakan tubuh yang reflek berdasarkan tuntutan naskah, dan tidak merasakan canggung untuk melakukan sesuatu.
Sehubungan dengan latihan dasar suara atau bunyi bertujuan agar siswa dapat merasakan perasaan yang terkandung dalam suatu 4capan dan mengucapkannya sesuai dengan perasaan. Dalarn percakapan rnemperlihatkan pembelajaranasi dan intonasi yang jelas dan irama yang hidup. Konsonan dan vokal hendaklah jelas artikulasinya. Latihan-latihan bunyi dapat dilakukan dalam alam terbuka, seperti di pantai, di daerah pegunungan dan sebagainya. Berikut ini disajikan latihan suara yang dikemukakan oleh Adjib Hamzah (1985:216-128). latihan suara terkait erat dengun organ tenggorokan. Ikutilah urutan latihan berikut ini vokal dan konsonan tertentu.
  1. Menguaplah dengan bebas; terasa tenggorokan terbuka dan tidak tegang
  2. Tariklah nafas dalam-dalam, rahang tetap rileks, dan berpikirlah bahwa tenggorokan Anda terbuka lebar. Kemudian hembuskan nafas perlahan.
  3. Katatan: Aku dapat berkata seolah-olah aku akan menguap. Dengarlah aku berkata seolah-olah aku akan menguap.
  4. Ucapkanlah lo-la-le-la-lo dengan lambat laun bertenaga untuk tiap pengulangan. Bunyi huruf hidup harus jelas. Rahang rileks. Kemudian nyanyikanlah. Tinghatkan volume suara dengan bernafas dalam-dalam, namun tenggorokar. jangan tegang.
  5. Ucapkanlah vokal a, i, u, e, o berulang-ulang terus. Setiap pengulangan volume suara dan kecepatan ditambah. Ulangi terus dengan tetap menambah volume dan kecepatan suara sampai puncak volume dan kecepatan suara Anda. Pada saat latihan di alam terbuka seperti di pantai, ucapkanlah dengan suara yang sekeras-kerasnya seakan-akan Anda ingin mengalahkan suara deburan ombak.
Selanjutnya latihan akting digunakan untuk kepentingan rnembawakan dan menghidupkan dialog teks. Untuk rnembawakan dan menghidupkan dialog perlu diolah gerak dan ekspresi wajah para pemain. Latihan ini sebaiknya dilaksanakan setelah siswa yang memegang peran sudah hafal dengan naskah drama. Dalarn latihan akting, siswa dikenalkan dengan berbagai contoh ekspresi gerak wajah yang rnenggambarkan sikap, watak, perilaku dari tokoh yang diperankan.
e. Pementasan dan Evalauasi
Hari pementasan biasanya sangat menegangkan. Semua berharap-harap cemas. Berhasilkah, atau gagalkah? Sebelum diadakan pementasan perlu diadakan pengecekan secara keseluruhan. Bila perlu dilakukan kegiatan pementasan pendahuluan atau pementasan gladi resik sebelum pementasan yang sesungguhnya. Setelah pementasan usai pertu dilakukan evaluasi sampai di manakah hasil pementasan itu. Bahkan bila perlu guru dapat menghadirkan ahli dari luar atau meminta masukan dari guru-guru lain tentang pementasan tersebut. Masukan dan kritikan rnerupakan hal yang penting untuk proses belajar selanjutnya.
Yang perlu diingat bahwa target pementasan yang dilakukan tetap dalam rangka pembelajaran drama. Pelaksanaan kegiatan berekspresi drama di sekolah bukan untuk mencetak aktor atau produser melainkan dalam rangka membantu anak didik berkembang menjadi manusia yang matang seutuhnya (Ardiana, 1993:232). Oleh karena itu, bagaimanapun hasilnya, bukan merupakan tujuan utama. Tujuan utama adalah agar siswa dapat melakukan kegiatan apresiasi secara langsung dalam rangka mencari pengalaman baru.
 sumber : www.wordpress.com

PEMBELAJARAN DRAMA

Pembelajaran Apresiasi Drama
PEMBELAJARAN APRESlASI DRAMA
Setiap saat manusia adalah pelaku atau tokoh yang memerankan sikap dan perilaku tertentu. Keterampilan berperan dan memerankan tokoh tertentu dalarn kehidupan, akan sangat menentukan keberhasilan seseorang di tengah-tengah masyarakat. Siswa adalah individu yang nantinya akan mengambil bagian dalam memainkan perannya di ,masyarakat. Oleh karena itu,. siswa perlu mendapatkan pengalaman dalatn bermain peran dan memerankan tokoh-tokoh tertentu. Kesempatan bermain peran dan memahami peran yang dimainkan dalam drama misalnya, akan dapat adalah cermin konflik-konflik membentuk jati dici siswa. Mengingat, pada hakikatnya drama kehidupan. Sumber utama dalam drama adalah permasalahan dan kehidupan manusia.
A. Nilai-nilai Pendidikan dalam Drama
Manusia adalah makhluk yang sanggup mengenal dan berbuat susila. Manusia mempunyai sifat dapat salah, tetapi dapat diperbaiki atau mendekati baik. Oleh karena itu manusia merupakan makhluk yang dapat dididik (animal educadice) dan yang harus mendapat pendidikan (animal educandum) (Brahim, 1968:129). Sebagai makhluk susila, rnanusia sanggup mengenal kaidah-kaidah susila dan mengambil keputusan susila serta bertindak melaksanakan keputusan itu.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa kesanggupan untuk berbuat susila dan mengambil keputusan susila tidak serta merta secara langsung dimiliki oleh manusia. Untuk dapat melakukan perbuatan di atas sejak dini seorang anak harus sudah dikenalkan dengan norma-norma susila. Salah satu cara pengenalan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan.
Pemahaman nilai-nilai serta unsur-unsur budi pekerti dapat dilakukan melalui pendidikan agama. Di samping melalui pendidikan agama, perlu diperhatikan juga pendidikan kesenian dalam upaya penanaman nilai-nilai dan norma tersebut. Kegiatan kesenian merupakan salah satu upaya mempersiapkan siswa agar tidak merasa canggung terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan pentingnya pendidikan dalarr penanaman nilai-nilai dan pembentukan tingkah laku, (1993: 49) n-.engemukakan suatu fenomena yang pendidikan di jenjang T'aman Kanak-Kanak.
TK bukanlah sekolah kesenian, bukanlah pula suatu akademi yang diharapkan menghasilkan seniman kreatif, namun tampaknya kegiatan yang sangat menonjol sehari-hari di sekolah adalah wsaha g;~tw mendorong murid-muridnya agar mau, berani, dan mampu menyatakan diri dalam berbagai bentuk kesenian. Di sini siswa didorong untuk mengekspresikan diri (Sapardi, 1993:49-50).
Termasuk dalam kalimat tersebut-salah satunya adalah pengajaran sastra, khususnya drama. MeIalui pendidikan; pengenalan dan pemahaman terhadap drama, akari dapat memparkaya siswa sebagai pribadi dalam keberadaannya di antara sesamanya, antara siswa satu dengan siswa yang lain. Mengingat, bahwa kesenian dalam proses Sapardi Joko Damono menarik yaitu tentang proses sumber penulisan drama adalah segala permasaiahan dan konflik yang dialami manusia_ Oleh karena itu dapat dikatakan bal3wa apa yang ada dalam drama merupakan cermin dari kehidupan nyata. Dengan memahami dan merrgapresiasi permasalahn yang disampaikan dalam drama, siswa dilatih untuk memecahkan masalah, yang mungkin akan ditemui dalam kehidupan di masyarakat nanti.
Ditinjau dari segi perkembangan jiwa, siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada tahap yang disebut tahap realistik (Rahmanto, 1988:30). Dari segi usia., anak SMP berada pada usia antara 12 - 15 tahun. Pada masa ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalal? masalah daiam kehidupan nyata.
Sesuai dengan perkembangan jiwa dan perkembangan kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat, maka penyelenggaraan pengajaran drama di sekolah mempunyai arti bagi pemupukan sikap hidup bergotong royong dan belajar tanggung jawab. Siswa perlu dilatih untuk hidup secara bersama dan bertanggung jawab terhadap kewajiban yang diserahkan kepadanya. Dilatih untuk hidup mandiri, belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan.
Selanjutnya, menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Brahirn, 1968:155), sandiwara (drama)
merupakan alat pandidikan yang baik. Dalam sandiwara itu terdapat dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian (aesthetisch), kebajikan (ethisch) dan religius (uniuk mengajarkan agama), sosial (untuk mengajarkan laku bermasayarakat). (Brahim, 1968:155).
Secara terperinci Brahim (1968:161) mengemukakan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam pengajaran drama, yaitu:
  1. melibatkan para pelajar pada persoalan hidup,
  2. memberi kesempatan "biidung",
  3. para pelajar dapat memperdekatkan nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya ndiri,
  4. dapat menghargai golongan lain,
  5. rnempunyai peranan dalam pernbentukan pribadi sendiri,
  6. merupakan latihan memperguoakan bahasa dengan teratur dan baik,
  7. melatih anak berpikir cepat,
  8. melatih pelajar-pelajar yang lain sebagai penonton,
  9. murid-rnurid dapat mengerti secara intelektual dan merasakan persoalan social psycholgis itu,
  10. menimbulkan diskusi yang hidup, dan
  11. mendidik berani mengemukakan pendapat.
  12. menghargai pendirian orang lain,

 
angkan Kreativitas Siswa
Manusia sering disebut juga "homo sapiens", yaitu makhluk yang suka berpikir, mempertirqbangkan, menilai dan mengevaluasi. Di samping itu manusia juga dikenal sebagai "homo tudens", yaitu makhluk yang suka berimajinasi, bermain dan berkreasi (Darma, 1990). Dari sifat-sifat itulah dimungkinkan
Dengan kreativitas, pemikiran manusia selalu menjadi dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Manusia selalu mencari kemungkinan-kemungkinan untuk meningkatkan diri, Manusia kreatif adalah manusia yang selalu mempertanyakan sesuatu, menyangsikan sesuatu, karena merasa yakin bahwa dibalik apa yang diketahui ada sesuatu yang tidak diketahui. Naluri keingintahuan itulah yang mendorong manusia mengembangkan potensi kreativitas diri. Semua itu juga terjadi pada diri siswa. Oleh karena itu, potensi kreativitas yang dimiliki oleh siswa perlu mendapatkan perhatian dan disalurkan dengan baik.
Menurut Munandar (1993:20), proses kreatif merupakan suatu fenomena intrapsikis, dan bagian dari suatu sistem terbuka. Dalam arti bahwa, kreativitas bukanlah semata-mata p~mbawaan sejak lahir yang melekat pada iiiri seseorang. Kreativitas dapat ditumbuhkan melalui penciptaan suasana, masukan dari dunia luar dan sangat dibantu dan dimudahkan oleh iklim atau lingkungan yang tepat.
Proses kreatif adalah suatu proses yang mulai kelihatan sejak kecil, sejak kesdaran pertama. Faktor lingkungan pun merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan kreativitas seorang anak. Masa kecil adalah pesemaian bagi intuisi kreatif (Gerson Poyk dalam Eneste, 1984:71).

 
Pendidikan sebagai institusi formal merupakan lingkungan yang kandusif dalam menumbuhkembangkan potensi kreatif siswa. Agar dapat tercipta kondisi yang detnikian, pelaksanaan proses belajar mengajar sedapat mungkin dipusatkan psda aktivitas belajar siswa. Siswa secara langsung mengalami keterlibatan intelektual dan emosional dalam proses belajar mengajar.
Salah satu kompcnen dalam pendidikan formal tersebut adalah pengajaran sastra (temasuk drama). Pengajaran drama yang diberikan seuara problematis dan menekankan pada aktivitas bersastra, akan dapat mengembangkan kreativitas siswa. Bersastra artinya melakukan proses kreatif menikmati dan dapat juga mencipta sastra secara aktif. Dengan demikian akan terjadi keterlibatan mental spiritual siswa terhadap karya sastra. Di sinilah guru memegang peranan penting dalam posisinya sebagai pengajar untuk menciptakan suasana yang kondusif agar dapat memberi kesempatan siswa mengembangkan diri.
Drama sebagai karya sastra, merupakan pengungkapan dunia batin pengarang yang merefleksikan kebebasan pribadi dalam berkreasi. Penghayatan terhadap kebebasan pribadi akan mendcrong pembaca (siswa) untuk bersikap kreatif. Drama juga menampilkan tokoh dengan segala problema, watak, kejadian dan konflik. Semua itu diatasi dengan cara kreatif oleh pengarang. Seseorang yang terlibat dalam drama akan menghayati penemuan-penemuan baru, kemungkinan-kemungkinan baru sehingga berpengaruh terhadap jiwa kreativitasnya.
Melalui kegiatan ekspresi yang berupa pementasan drama, suasana yang kondusif benar-benar tercipta untuk menumbuhkan kreativitas siswa. Pada saat melakukan kegiatan pementasan itulah siswa yang satu dengan siswa yang lainnya saling berinteraksi dengan berdiskusi, berdislog dan bekerja sama untuk persiapan pementasan.
Pertumbuhan dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan merasakan pengaruh nilia-nilai drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu, siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi, tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
Idealnya agar siswa dapat mempunyai kesempatan lebih luas, sebaiknya pengajaran drama tidak hanya melalui kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler, tetapi ditunjang dengan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler akan memperkaya dan memperluas wawasan, pengetahuan, peningkatan nilai dan sikap siswa dalam menerapkan pengatahuan dan kemampuan yang telah dipelajari. Apabila proses pengajaran drama dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan efektif, akan memberi kesempatan siswa untuk terlibat dalam proses berapresiasi dan berekspresi drama. Hal yang perlu ditekankan adalah bagaimana agar sekolah tetap dapat menjadi tempat pesemaian potensi-potensi kreatif siswa lainnya saling berinteraksi dengan berdiskusi, berdislog dan bekerja sama untuk persiapan pementasan.
Pertumbuhan dan perkembangan potensi kreatif siswa akan tampak pada proses persiapan pementasan drama. Siswa yang melibatkan diri secara langsung dalam drama akan merasakan pengaruh nilia-nilai drarna terhadap hidup mereka. Siswa yang mendapat kesempatan memerankan tokoh tertentu, akan memperoleh rasa puas yang sesungguhnya apabila permainannya berhasil dan sekaligus memiliki pengalaman menghayati peran yang mungkin akan dialami di masyarakat nanti. Sementara itu, siswa-siswa yang terlibat dalam persiapan perancang kostum, seting dekorasi, tata panggung, tata lampu, musik dan sebagainya akan dapat mengernbangkan selera dan pengetahuannya. Mereka diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, siswa yang bertugas mempersiapkan kostum, dituntut untuk mengembangkan daya kreatifnya agar menghasilkan tata kostum yang baik dan menarik disesuaikan dengan tuntutan pentas.
C. Prosedur Pembelajaran Apresiasi Drama
Apakah beda antara drama dan novel? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Sapardi (1983:150) menyebut satu hal, yaitu drama dimaksudkan untuk dibawa ke pentas sedangkan novel untuk dibaca. Istilah drama secara umum mengandung pengertian semua bentuk pertunjukan yang bnersifat peniruan atau menirukan sesuatu (imitation of life action). Di dalam kesusastraan, secara khusus drama merupakan bentuk cerita yang digubah dan disusun untuk dimainkan atau dilakonkan. Seluruh cerita atau lakon drama disusun dalam bentuk dialog atau percakapan antar pelaku.
Dari uraian di atas tampak bahwa drama mempunyai dua dimensi, yaitu
1) 
sebagai 
seni sastra, dan sebagai seni pentas
2) 
sebagai 
seni sastra drama adalah bacaan sedangkan 

sebagai 
seni pentas drama adalah suatu pertunjukkan atau tontonan. 
Dengan memperhatikan kedudukan drama yang demikian itu, memberi penjelasan bahwa drama bukan merupakan seni yang berdiri sendiri (individual). Dalam suatu pementasan drama, tidak dapat dilaksanakan secara individual tetapi senantiasa bersama dengan orang lain. Suasana itulah yang menyebabkan drama juga disebut sebagai seni kolektif (collective art). Selain sebagai seni kolektif, drama juga merupakan seni campuran (synthetic art). Disebut demikian oleh karena untuk kepentingan pementasan dalam drama memerlukan keterlibatan unsur-unsur seni lain seperti tari (gerak), Seni musik (suara), seni lukis (dekorasi/panggung), seni sastra (kata). Unsur-unsur tersebut terangkum menjadi satu di dalam memberi ciri drama.
Unsur utama yaqg terdapat daiam drama adalah lakuan. Hal itu bertolak dari wawasan klasik yang dinyatakan oleh Aristoteles yakni drama adalah tiruan dari kehidupan (imitcrllon of life ent action) (Ichsan; 1990:214). Sebagai suatu realita, drama adalah cerita mengenai koriflik dalam kehidupan manusia. Memahami drama pada akhirnya tidak berbeda jauh dengan upaya memahami manusia, yuang melalui prosws atau tahapan-tahapan. Selanjutnya secara rinci disajikan tahap-tahap pembelajaran apresiasi drama. Tahapan tersebut, yaitu:
1.      pelacakan pendahuluan,
2.      penentuan sikap praktis,
3.      introduksi,
4.      penyajian,
5.      diskusi,
6.      dan pengukuhan (Rahmanto, 1988:43).
Pada tahap pendahuluan guru melakukan kegiatan pemahaman sederhana terhadap naskah drarna yang dijadikan bahan pengajaran. Pada tahap ini guru berupaya memahami tema, hal yang menarik, nilai-nilai yang ada, dan sebagainya. Guru dengan sejumlah bekal yang dimiliki berusalra "mengenali" dulu naskah drarna yang akan dibahas bersama siswa.
Pada tahap penentuan sikap praktis, guru menentukan langkah-langkah praktis yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran. Mencatat hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian misalnya menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat dalam drama, peralatan yang dibutuhkan, cara atau metode apa yang akan digunakan untuk mengajarkan drama tersebut dan sebagainya. Kernudian juga rnelakukan pengenalan dengan mencari sejumlah informasi pendukung berkaitan dengan keberadaan naskah. Siapa pengarangnya, siapa penerbitnya, jumlah halaman, kadar atau kandungan isinya.
Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalaman-pengalaman yang berkesan masing-masing siswa. Agar dapat teraran, pengalaman-pengalaman siswa tersebut sedapat mungkin dihubungkan dengan tema atau pokok permasalahan yang ada dalam drama yang akan dijadikan bahan pengajaran. Setelah melakukan introduksi atau pengantar, guru dapat langsung masuk pada tahapan penyajian materi. Berdasarkan strategi yang telah dipilih, proses pembelajaran dapat langsung dilaksanakan. Pada tahap penyajian perlu dipertimbangkan waktu yang tersedia, berapa pertemuan yang diperlukan untuk membahas drama tersebut.
Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi. Pada tahap ini guru bersama-sama siswa mendiskusikan permasalahan yang muncul selama proses belajar mengajar. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapatnya. Guru dapat memberikan sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dengan siswa. Pada prinsipnya, tahap diskusi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai upaya pengukuhan terhadap perolehan belajar siswa. Hal-hal pokok yang mendapatkan perhatian, dibahas dan diulas kembali oteh guru. Kegiatan pengukuhan perlu dilakukan untuk menguatkan perolehan pengejahuan dalam diri siswa.
Contoh Pengajaran Drama
Sebagai bahan latihan,berikut ini disajikan contoh pengajaran drama sesuai dengan tahapan-tahapn di atas. Drama yang dijadikan bahan pengajaran berjudul "Desir Cemara di Tingkap", karya Ustaji PW. Naskah drama itu dimuat pada Antologi Naskah Drama, yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Yogyakarta.

 
1) Pelacakan Pendahuluan
Drama ini bercerita tentang kehidupan sekelompok orang yang tergabung dalam rombongan sirkus atau akrobatik. Sebagai rombongan sirkus maka mereka harus selalu siap untuk memberi hiburan kepada para penonton. Itulah masalah menarik yang ingin ditampilkan oleh drama ini. Setiap saat mereka selalu tampil gembira dan bahagia di hadapan penonton, namun sebenarnya dibalik panggun6, dibalik k.egernbiraan tersebut banyak masalah yang harus dihadapi.
Hidup ini adalah sandiwara, Kita harus pandai memainkan peran kita masingmasing. Menurut para penonton, setelah layar panggung dibuka, saat itulah sandiwara dimulai. Anggapan itu salah. Bagi kelompok sirkus itu, setelah layar diturunkan dan penonton bubar, dan para pemain sirkus sibuk dengan urusan hidup masing-masing, barulah sandiwara yang sebenarnya dimulai.
Drama ini bercerita tentang persekongkolan antara Si Bos dengan Si Tua untuk mencelakai Si Buruk dan adiknya, Natalia. Si Bos ingin menguasai harta warisan milik Si Buruk dan Natalia. Pada malam itu Si Buruk dipilih untuk bermain akrobatik. tali dan Si Bos sudah merencanakan untuk rnembuat jebakan-jebakan agar Si Buruk terbunuh. Namun niat jahat itu tidak berhasil karena dibongkar oleh Si Manis.
Pelaku dalam drama ini berjumlah 10 orang. Peran-peran yang ada adalah
  1. Si Tua,
  2. Si Buruk,
  3. Si Manis,
  4. Si Centil,
  5. Si Pincang,
  6. Si Beo,
  7. bak Yu,
  8. Carfa,
  9. Pedro,
  10. Natalia.

 
Ditambah satu tokoh yaitu Si Bos, tetapi tokoh Si Bos hanya disebut-sebut dalam cerita dan tidak pernah dimunculkan ditengah tokoh-tokoh yang lain.

 
1.      Penentuan Sikap Praktis
Naskah drama yang herjudul "Desir Cemara di tingkap" adalah naskah yang masuk nominasi sepuluh besar pada lomba penulisan naskah yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Yogyakarta. Dengan mempertimbangkan proses penjurian dan kriteria penilaian, dapat dijadikan salah satu ukuran bahwa naskah drama ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran.
Setelah guru mengenal dengan sungguh-sungguh naskah drama ini, selanjutnya guru menandai hal-hal yang dianggap menarik dari drama tersebut. Melakukan identiftkasi terhadap tokoh-tokoh yang ada, seperti bagaimana watak dan sifat Si Tua, orang tua yang scring menasehati tetapi terlibat dalam persengkokolan. Si Beo yang mempunyai.sifat egois, selalu ingin menunjukan kekuatannya. Si Centil adalah orang suka mencampuri urusan orang lain, mau tahu urusan orang lain. Guru, juga perlu rnenandai kata-kata atau dialog yang mengandung nilai dan menjadi kekuatan drama. Dialog-dialog yang mengandung pokok pikiran, perlu dipikirkan bagaimana cara pengucapannya, lagu kalimatnya, pelafalannya dan sebaginya.
Pada tahap penentuan sikap praktis ini, guru sudah mulai memikirkan cara yang efektif agar siswa dapat mengikuti pembelajaran drama dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan adalah menugaskan siswa untuk membaca naskah drama itu di rumah, bisa seminggu sebelum pelajaran dimulai. Dengan demikian siswa sudah pernah tahu dan mengenal wujud naskah yang dijadikan bahan pengajaran.
3. Introduksi
Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalman-pengalaman yang berkesan yang pernah dialami. Guru dapat mulai dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, Siapakah yang pernah rnelihat pertunjukkan sirkus? Apakah anak-anak pernah tahu kehidupan para pemain sirkus itu.
4. Penyajian
Setiap siswa sudah memhaca dan mempelajari naskah drama di rumah. Pada saat di kelas, guru sebaiknya menunjuk beberapa siswa untuk rnenjadi peraga dan membaca di depan. Naskah yang dibaca di depan kelas, dipilih pada bagian yang menarik baik dari dialognya maupun dari isinya. tentunya siswa yang dipilih yang dapat membaca dengan baik. Setelah dirasa cukup, dilanjutkan dengan pembacaan secara bersama-sama seluruh siswa. Pada saat pembacaan ini, sambil dibayangkan kira-kira bagaimana kata, dialog atau kalimat itu harus dibaca. Bagaimana suasana pembacaan yang tepat dengan isi dialog tersebut. Apabila terjadi kesalahan dalam membaca, sebaiknya guru jangan langsung mengberikan pembacaan untuk membenahi kesalahan. Sernentara waktu kesalahan itu dibiarkan saja, dan siswa disuruh terus membaca dengan disertai beberapa contoh dari guru.
Kemudian guru memilih bagian atau penggalan dialog tertentu dalam drarna untuk dicoba dimainkan atau diperagakan di kelas. Penyajian selanjutnya, guru menyuruh beberapa siswa untuk tampil di kelas. Siswa-siswa tersebut disuruh me!akukan adegan-adegan yang ada dalam drama. Karena siswa belum menghafal naskah, masih mungkin pada latihan bermain peran ini siswa masih membaca naskah. Akan tetapi pembacaannya sudah disertai dengan penjiwaan terhadap tokoh yang diperankan. Tentu saja peran guru sebagai pembirnbing dan pengatur laku (sutradara) masih dibutuhkan.
5. Diskusi
Setelah diadakan proses pembacaan dan peragaan singkat, kemudian siswa diajak untuk membicarakan unsur-unsur drama seperti tema, alur, tokoh, latar, pesan dan sebaginya. Tentu saja proses pembicaraan terhadap unsur-unsur tersebut tetap dilandasi pengetahuan tentang drama yang dimiliki oleh guru. Siswa langsung belajar tentang unsur-unsur drama dengan melakukan identifikasi terhadap naskah drama tersebut.
Pada tahap diskusi ini guru menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk mempermudah membangkitkan partisipasi siswa. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan bahan diskusi.
  1. Megapa tiba-tiba Si Pincang marah-marah?
  2. Siapakah yang dipilih Si Bos untuk bermain akrobatik tali pada malam itu?
  3. Apakah pekerjaan mereka sehari-hari?
  4. Apakah rnaksud Si Beo dengan mengatakan bahwa hidup ini penuh dengan permaianan?
  5. Si Beo juga berkata bahwa hidup ini sandiwara. Apa maksudnya?
  6. Mengapa kita tidak boleh membenci dan mendendam?
  7. Siapakah yang bersekongkol untuk mencelakai Si Buruk?
  8. Mengapa Carla ingin pulang kampung?
  9. Bagaimanakah watak Si Centil?
  10. Bagiamanakah akhir cerita drama ini?
  11. Mungkinkah peristiwa yang dialami tokoh-tokoh dalam drarna itu terjadi dalam kenyataan hidup sehari-hari?
  12. Jika Anda mengalami masalah seperti yang dialami oleh tokoh Si Buruk, apa yang akan Anda lakukan?
6. Pengukuhan
Dalarn proses belajar mengajar, upaya pengukuhan dilakukan agar sesuatu yang
telah diperoleh siswa dapat menjadi "miliknya". Dengan pengukuhan itu sejumlah informasi dan pengetahuan dapat benar-benar dipahami oleh siswa. Pada akhirnya siswa dapat dinyatakan telah menguasai materi yang diajarkan.
Pada tahap pengukuhan dalarn proses pembelajaran drama ini, yang dapat dilakuka.n oleh guru antara lain dengan memberi penegasan kembali terhadap nilai-nilai, yang ada dalam drama tersebut. Siswa diajak untuk merenungi dan meneliti masalah tersebut dikaitkan dengan kehidupan mereka masing-masing. Apakah yang harus dilakukan dan sikap yang bagaimana yang harus diambil bila menghadapi masalah seperti yang ditampilkan dalam drama. Idealnya, siswa dapat mengidentifikasikan dirinya, dihubungkan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam drama. Hal yang berhubungan dengan pengetahuan atau teori drama, juga perlu mendapat perhatian dalam tahap pengukuhan ini. Guru perlu memberi penekanan dengan ,memberi penjelasan ulang secara singkat mengenai unsur-unsur drama yang sudah dipelajari bersama.

 
D. Proses Pementasan Drama
1. Pengantar
Pada akhirnya puncak dari belajar drama adalah upaya pementasan. Hal itu sesuai dengan hakikat drama yang merupakan seni pentas. Dalam arti bahwa proses belajar mengajar tidak hanya berhenti pada pembelajaran yang bersifat reseptif atau pemaharnan tetapi juga diupayakan ke arsh produktif-kreatif. Untuk kepentingan pembelajaran drama, pementasan yang dilakukan tentu alam pengertian pemeritasan sederhana. Dalam persiapan pementasan tidak arus seluruh kelengka;aan panggung disediakan. Sebagai latihan tahap awal guru dapat rnengambil bagian atau babak dalam drama yang mungkin untuk dipentaskan. agar setiap siswa dalam kelas dapat memperoleh kesempatan berproses, guru dapat rnembentuk kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok dapat disesuaikan dengan pemain yang dibutuhkan. Yang penting, adalah guru harus bertindak sebagai sutradara yang baik. ersama-sama siswa mempersiapkan pementasan sederhana. Sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan fasilitas. Pasalnya, tidak ada gedung atau aula yang baik, maka guru dapat mencari alternatif tempat lain yang sekiranya memadai untuk melakukan latihan.
b. Pemilihan Naskah
Naskah yang akan dijadikan bahan pementasan hendaknya yang dapat dan mungkin untuk dimainkan (Actable). Naskah yang dipilih juga sedapat mungkin disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan serta sesuai dengan alam jiwa siswa (Brahim, 1968:158). Lebih lanjut Brahim rnenjelaskan bahwa naskah yang dapat dimainkan terutama ditinjau dari segi praktisnya. Tidak membutuhkan dekorasi yang sukar dan tidak berubah-ubah setingnya, serta tidak membutuhkan perlengkapan yang tidak mungkin dibawa ke panggung. Hal yang lebih penting naskah tersebut sesuai dengan kesanggupan pemain dan sutradara (dalam hal ini guru). Dari segi bahasa, pilihan katanya, bentuk-bentuk dialog yang ada berupa kata-kata yang hidup, lancar, dan cair.
Barangkali permasalahan klasik yang sering ditemui adalah permasalahan nanaskah. Sulit mendapatkan naskah yang baik. Kalau naskah tidak ada, ya harus cari. Idealnya seharusnya Anda sebagai guru sekaligus menjadi pemburu naskah. pabila. memungkinkan, dalam upaya mendapatkan naskah dapat melibatkan swa. Dengan melibatkan siswa dalam pencarian naskah, memberi kesempatan swa untuk melakukan apresiasi sederhana.
Pada prinsipnya untuk mengatasi kekurangan naskah, guru harus dapat rtindak kreatif. Bahkan juga sangat mungkin guru membuat naskah sendiri.
Dalam Erembuatan nanaskah itu pun dapat dilakukan bersama-sama siswa. Yang penting, sebagai guru jangan cepat merasa putus asa. Tidak ada kata menyerah untuk melakukan pembelajaran apresiasi drama.
c. Penentuan Pemain
Sesuai dengan tujuan pementasan yaitu dalam rangka proses pembelajaran drama, maka pertimbangan utama dalam penetuan pemain adalah supaya seluruh siswa dapat terlibat dan menikmati pementasan. Oleh karena itu, dalam menentukap pemain atau pemeran yang cocok dengan tokoh yang akan dimainkan, guru dapat menggunakan kriteria sederhana yaitu keadaan fisik dan kejiwaan. Pertimbangan fisik dan kejiwaan siswa, disesuaikan dengan karakter tokoh yang akan dibawakan. Tentu saja sebelum menentukan siapa pemeran tokoh tertentu, guru harus sudah memiliki interpretasi terhadap watak, sifat, dan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama. Dalam tahapan pembelajaran, pengenalan siapa sebenarnya tokoh-tol:oh dalam naskah dilakukan pada saat pelacakan pendahuluan. Sebagai contoh, untuk berperan sebagai tentara, dipilih siswa yang metniliki postur tubuh tinggi dan badan tegap serta suara yang keras. Untuk tokoh seorang guru, dipilih siswa yang punya sifat pendiam, sabar dan sebagainya.
Di samping masa!at pemain, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kerabat kerja. Drama merupakan pekerjaan kolektif, karena drama merupakan sebuah seni pentas. Oleh karena itu, selayaknya dalam proses pementasan ini juga dikembangkan organisasi pelaksana pementasan yang mencerminkan kepaduan seni tersebut (Ardiana, 1993:231}. Sekaligus juga memberi kesempatan kepada siswa untuk ber!atih bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap tugas tnasingmasing.
d. Latihan-Latihan Dasar Drama
Sebelum masuk pada latihan ini untuk penggarapan naskah pementasan, sebaiknya siswa juga dikenalkan dengan dasar-dasar bermain drama secara praktis. Latihan dasar-dasar bermain drama biasanya meliputi
1.latihan gerak,
2.latihan suara/bunyi, dan
3.latihan akting.
Seorang pemain agar dapat membawakan perannya dengan baik harus dapat menguasai urat-urat tubuhnya sehingga dapat digerakkan untuk menghasilkan gerakan-gerakan yang baik (Brahim, 1968:160). Untuk itu perlu diadakan latihan-latihan gerak agar dapat menghasilkan kelenturan gerakan tubuh serta kekuatan otot tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan utnuk latihan dasar ini. Misalnya, latihan rnenari dengan musik, olah raga (silat), karate, senam dan sebagainya. Dengan latihan itu diharapkan siswa memiliki gerakan-gerakan tubuh yang reflek berdasarkan tuntutan naskah, dan tidak merasakan canggung untuk melakukan sesuatu.
Sehubungan dengan latihan dasar suara atau bunyi bertujuan agar siswa dapat merasakan perasaan yang terkandung dalam suatu 4capan dan mengucapkannya sesuai dengan perasaan. Dalarn percakapan rnemperlihatkan pembelajaranasi dan intonasi yang jelas dan irama yang hidup. Konsonan dan vokal hendaklah jelas artikulasinya. Latihan-latihan bunyi dapat dilakukan dalam alam terbuka, seperti di pantai, di daerah pegunungan dan sebagainya. Berikut ini disajikan latihan suara yang dikemukakan oleh Adjib Hamzah (1985:216-128). latihan suara terkait erat dengun organ tenggorokan. Ikutilah urutan latihan berikut ini vokal dan konsonan tertentu.
  1. Menguaplah dengan bebas; terasa tenggorokan terbuka dan tidak tegang
  2. Tariklah nafas dalam-dalam, rahang tetap rileks, dan berpikirlah bahwa tenggorokan Anda terbuka lebar. Kemudian hembuskan nafas perlahan.
  3. Katatan: Aku dapat berkata seolah-olah aku akan menguap. Dengarlah aku berkata seolah-olah aku akan menguap.
  4. Ucapkanlah lo-la-le-la-lo dengan lambat laun bertenaga untuk tiap pengulangan. Bunyi huruf hidup harus jelas. Rahang rileks. Kemudian nyanyikanlah. Tinghatkan volume suara dengan bernafas dalam-dalam, namun tenggorokar. jangan tegang.
  5. Ucapkanlah vokal a, i, u, e, o berulang-ulang terus. Setiap pengulangan volume suara dan kecepatan ditambah. Ulangi terus dengan tetap menambah volume dan kecepatan suara sampai puncak volume dan kecepatan suara Anda. Pada saat latihan di alam terbuka seperti di pantai, ucapkanlah dengan suara yang sekeras-kerasnya seakan-akan Anda ingin mengalahkan suara deburan ombak.
Selanjutnya latihan akting digunakan untuk kepentingan rnembawakan dan menghidupkan dialog teks. Untuk rnembawakan dan menghidupkan dialog perlu diolah gerak dan ekspresi wajah para pemain. Latihan ini sebaiknya dilaksanakan setelah siswa yang memegang peran sudah hafal dengan naskah drama. Dalarn latihan akting, siswa dikenalkan dengan berbagai contoh ekspresi gerak wajah yang rnenggambarkan sikap, watak, perilaku dari tokoh yang diperankan.
e. Pementasan dan Evalauasi
Hari pementasan biasanya sangat menegangkan. Semua berharap-harap cemas. Berhasilkah, atau gagalkah? Sebelum diadakan pementasan perlu diadakan pengecekan secara keseluruhan. Bila perlu dilakukan kegiatan pementasan pendahuluan atau pementasan gladi resik sebelum pementasan yang sesungguhnya. Setelah pementasan usai pertu dilakukan evaluasi sampai di manakah hasil pementasan itu. Bahkan bila perlu guru dapat menghadirkan ahli dari luar atau meminta masukan dari guru-guru lain tentang pementasan tersebut. Masukan dan kritikan rnerupakan hal yang penting untuk proses belajar selanjutnya.
Yang perlu diingat bahwa target pementasan yang dilakukan tetap dalam rangka pembelajaran drama. Pelaksanaan kegiatan berekspresi drama di sekolah bukan untuk mencetak aktor atau produser melainkan dalam rangka membantu anak didik berkembang menjadi manusia yang matang seutuhnya (Ardiana, 1993:232). Oleh karena itu, bagaimanapun hasilnya, bukan merupakan tujuan utama. Tujuan utama adalah agar siswa dapat melakukan kegiatan apresiasi secara langsung dalam rangka mencari pengalaman baru.
 sumber : www.wordpress.com